Konferensi Pers Perbanas Review of Indonesia’s Mid-Year Economy (PRIME) 2025 di Le Meridien Hotel, Jakarta, Kamis, 31 Juli 2025. (Foto: Julian)
Jakarta - Dalam menghadapi ketidakpastian ekonomi global dan pelemahan daya beli domestik, Perhimpunan Bank Nasional (Perbanas) mendorong penguatan strategi sektor perbankan guna menjaga ketahanan dan mendukung transformasi ekonomi nasional.
Melalui kajian Perbanas Review of Indonesia’s Mid-Year Economy (PRIME) 2025, lembaga ini menekankan pentingnya respons yang adaptif terhadap tekanan eksternal, pelemahan daya beli, dan perlunya kebijakan berbasis data untuk mendorong pertumbuhan yang inklusif dan berkelanjutan.
Kajian tersebut dipaparkan dalam seminar bertajuk “Navigating Economic Headwinds: Responding to Weakening Consumption”, yang dibuka oleh Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, dan Ketua Umum Perbanas 2024-2028, Hery Gunardi.
Pemaparan lanjutan disampaikan oleh Ketua Bidang Kajian dan Riset Ekonomi dan Perbankan Perbanas, Aviliani, bersama Chief Economist Perbanas, Dzulfian Syafrian.
Baca juga: Meski Pertumbuhan Melambat, OJK Tegaskan Tak Revisi Target Kredit Perbankan 2025
Perbanas mencatat bahwa perekonomian Indonesia sedang menghadapi tekanan ganda--dari risiko eksternal yang meningkat akibat konflik geopolitik, perlambatan ekonomi Tiongkok, dan tensi dagang Amerika Serikat, serta tekanan domestik akibat konsumsi masyarakat yang melemah pasca pemilu.
Secara khusus, konsumsi dari kelompok kelas menengah atas (Top 30 persen) mengalami penurunan, yang berdampak langsung terhadap aktivitas ekonomi lintas sektor.
Akibatnya, permintaan kredit dan pertumbuhan simpanan juga melambat, di tengah meningkatnya biaya dana dan prospek ekspansi kredit yang menantang.
Namun demikian, Indonesia masih dinilai lebih tangguh dibanding banyak negara lain. Sektor perbankan tetap memegang peran penting dalam menopang perekonomian nasional.
Dalam menghadapi situasi tersebut, para bank anggota Perbanas telah menyiapkan berbagai strategi yang responsif dan adaptif terhadap dinamika ekonomi, mengelola likuiditas dengan cermat, serta terus memperkuat peran perbankan sebagai penggerak utama ekonomi nasional.
“Di tengah dinamika global dan nasional yang kompleks, perbankan Indonesia harus memainkan peran strategis dalam mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan serta menyukseskan berbagai program prioritas Pemerintah. Fokus kita harus pada mendorong sektor produktif dan padat karya agar dapat mendukung transformasi ekonomi, sambil menjaga stabilitas sistem keuangan dan likuiditas yang sehat,” imbau Ketua Umum Perbanas, Hery Gunardi.
Baca juga: Ekonomi Digital Ditargetkan Sumbang 10 Persen PDB di 2025
Perbanas memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2025 berada di kisaran 4,8 persen ± 0,1 persen (yoy), dengan inflasi rendah sekitar 1,9 persen ± 0,5 persen, dan nilai tukar rupiah stabil di rentang Rp16.300–Rp16.700 per dolar AS.
Rendahnya inflasi dan suku bunga memberi ruang untuk pelonggaran kebijakan moneter, meski likuiditas tetap menjadi tantangan. Dana Pihak Ketiga (DPK) diperkirakan tumbuh hanya 4,38 persen ± 1 persen, sedangkan kredit 8,7 persen ± 1 persen (yoy).
Hery Gunardi menekankan lima pilar utama perekonomian yang saling berkaitan, yakni inflasi dan daya beli, transmisi kebijakan moneter, kinerja sektor strategis, pertumbuhan kredit dan DPK, serta stabilitas nilai tukar.
Baca juga: Jurus Perbankan Himpun Dana Murah di Tengah Persaingan Pasar yang Makin Ketat
Berdasarkan data kuartal I dan II-2025, Ketua Umum Perbanas ini menilai bahwa penurunan suku bunga global dan inflasi yang sangat rendah sejatinya membuka ruang untuk ekspansi usaha.
Namun, secara bersamaan hal itu dapat memengaruhi efisiensi penghimpunan dana masyarakat.
“Tren inflasi rendah dan suku bunga yang melandai membuka peluang sekaligus tantangan bagi perbankan. Kita mesti memanfaatkan momentum ini mendorong pertumbuhan, namun kita harus tetap waspada terhadap perlambatan yang sedang terjadi dan memastikan strategi kredit kita adaptif terhadap perubahan ekonomi,” jelas Hery.
Ketua Bidang Riset dan Kajian Ekonomi dan Perbankan Perbanas, Aviliani, menekankan bahwa pertumbuhan kredit harus diarahkan pada sektor padat karya (seperti Pertanian) dan bernilai tambah tinggi (seperti manufaktur dan infokom) dengan potensi penguatan struktural jangka panjang.
Ia mencatat bahwa sektor pertambangan diproyeksikan tumbuh 23,4 persen, listrik/gas/air sebesar 14,9 persen, serta informasi dan komunikasi sekitar 10 persen.
Baca juga: Likuiditas Ketat, Ketua Komisi XI DPR Minta Perbankan Tetap Agresif Salurkan Kredit
Namun, ia juga mengingatkan bahwa beberapa sektor seperti transportasi mengalami perlambatan signifikan dan perlu pendekatan kredit yang lebih cermat.
“Kita harus cermat dalam menyalurkan kredit, mengedepankan kualitas dan selektivitas. Fokus pada sektor unggulan dan esensial seperti pertanian, manufaktur, pertambangan dan energi, serta infokom akan memperkuat portofolio kita, namun tidak lupa menjaga dukungan bagi konsumsi masyarakat agar momentum pertumbuhan ekonomi tetap terjaga,” terang Aviliani.
Terkait pelemahan daya beli, Perbanas menyoroti dampaknya terhadap perlambatan permintaan barang dan jasa bernilai tambah tinggi. Kondisi ini semakin memperlemah kinerja berbagai sektor, serta menghambat penciptaan tenaga kerja.
Hasil kajian Office of Chief Economist (OCE) Perbanas dengan menggunakan data SUSENAS 2024, menunjukkan bahwa pelemahan daya beli terjadi di Kalangan Menengah Atas atau 30% orang terkaya di Indonesia.
“Kelompok masyarakat ini menguasai lebih dari separuh konsumsi nasional, sehingga ketika terjadi pelemahan oleh mereka maka konsumsi agregat juga pasti ikut turun, ini lah yang sedang terjadi semenjak 2024 hingga saat ini”, Ujar Dzulfian-Chief Economist Perbanas.
Sementara itu, konsumsi Kelas Menengah Bawah, meski kecenderungannya tetap terjaga, namun dampaknya terhadap pertumbuhan ekonomi terbatas karena rendahnya efek pengganda yang mereka timbulkan.
Baca juga: Rojali-Rohana Muncul di Mal, DPR: Tanda Ekonomi Sedang Tak Baik-Baik Saja
Untuk itu, Perbanas merekomendasikan stabilisasi ekspektasi ekonomi masyarakat melalui kejelasan arah fiskal-moneter dan suku bunga yang kredibel.
“Selain itu, perlu didorong juga dengan integrasi data pengeluaran, utang, dan tabungan masyarakat ke sistem statistik nasional. Selain itu, bantuan pemerintah sebaiknya ditautkan dengan program produktif dan disertai pemantauan guna mendorong mobilitas ekonomi kelas bawah dan menguatkan permintaan domestik,” tutur Dzulfian.
Pada kesempatan yang sama, Ketua Umum Perbanas Hery Gunardi, menyampaikan bahwa ketahanan sektor perbankan sangat tergantung pada kemampuan membaca perubahan struktural dan merespons kebijakan dan dinamika ekonomi secara adaptif serta berbasis data.
Ia menambahkan bahwa para anggota Perbanas siap untuk memperkuat perannya sebagai katalisator transformasi ekonomi melalui fokus pada sektor bernilai tambah, inovasi dalam penghimpunan likuiditas, serta penyelarasan strategi bisnis dengan kebijakan moneter dan fiskal.
“Pendekatan yang adaptif, selektif, dan kolaboratif harus menjadi landasan utama. Sektor strategis dan esensial seperti pertanian, manufaktur, energi, dan infokom berpotensi besar, namun dukungan terhadap konsumsi dan UMKM juga penting untuk memastikan pertumbuhan ekonomi yang inklusif,” ujar Hery.
Sebagai penutup, Perbanas menegaskan kembali pentingnya kebijakan yang konsisten dan kredibel untuk memulihkan kepercayaan, khususnya dari Kelas Menengah Atas yang daya belinya tengah melemah.
Stabilitas ekspektasi ekonomi harus menjadi prioritas, seiring dengan upaya meningkatkan efisiensi pembiayaan ke sektor-sektor prioritas yang mendukung transformasi ekonomi nasional.
Baca juga: Utang Luar Negeri Perbankan RI Tembus USD33,94 Miliar di Mei 2025
Terdapat beberapa langkah-langkah yang dapat ditempuh:
Pertama, dalam konteks kebijakan fiskal, khususnya terkait belanja APBN dan APBD mesti dialokasikan bagi sektor-sektor yang dapat menstimulus ekonomi, khususnya merangsang agar daya beli masyarakat kembali bergairah.
Kedua, investasi yang dilakukan oleh BUMN dan Danantara mesti didorong lebih lanjut, khususnya ke sektor-sektor produktif, padat karya, dan strategis. Hal ini akan dapat berfungsi sebagai sinyal untuk merangsang investasi swasta juga untuk bergerak menyokong investasi-investasi tersebut.
Ketiga, memberikan insentif khusus ke sektor-sektor yang sedang terpukul, baik karena penurunan daya beli atau perang dagang yang dilakukan oleh Trump. Kebijakan ini penting sebagai buffer jangka pendek atas berbagai guncangan yang terjadi, khususnya yang di luar kontrol mereka.
Keempat, perbankan mesti memanfaatkan mulai menurunnya suku bunga untuk ekspansi kredit. Dapat dimulai dari sektor-sektor dengan prospek pertumbuhan tinggi dan searah dengan prioritas kebijakan Pemerintah saat ini dan masa datang.
Baca juga: Bos BI Dorong Penurunan Suku Bunga Kredit Perbankan
Selain itu, kebijakan berbasis data menjadi semakin krusial. Perbanas mendorong integrasi data keuangan rumah tangga secara nasional untuk memperkuat akurasi dalam perumusan kebijakan.
Bantuan sosial pun disarankan agar ditautkan langsung dengan aktivitas produktif dan dilengkapi sistem pemantauan yang ketat agar manfaatnya lebih nyata dan terarah.
Dengan pendekatan yang adaptif, selektif, dan kolaboratif, Perbanas optimistis sektor perbankan Indonesia akan tetap menjadi pilar utama dalam menjaga ketahanan ekonomi sekaligus mempercepat pergeseran menuju struktur ekonomi yang lebih inklusif, tangguh, dan berkelanjutan. (*)
Poin Penting Hashim Djojohadikusumo meraih penghargaan “Inspirational Figure in Environmental and Social Sustainability” berkat perannya… Read More
Poin Penting Mirae Asset merekomendasikan BBCA dan BMRI untuk 2026 karena kualitas aset, EPS yang… Read More
Poin Penting Indonesia menegaskan komitmen memimpin upaya global melawan perubahan iklim, seiring semakin destruktifnya dampak… Read More
Poin Penting OJK menerbitkan POJK 29/2025 untuk menyederhanakan perizinan pergadaian kabupaten/kota, meningkatkan kemudahan berusaha, dan… Read More
Poin Penting Sebanyak 40 perusahaan dan 10 tokoh menerima penghargaan Investing on Climate 2025 atas… Read More
Poin Penting IHSG ditutup melemah 0,09% ke level 8.632 pada 5 Desember 2025, meski beberapa… Read More