Dorong Daya Beli
Terkait pelemahan daya beli, Perbanas menyoroti dampaknya terhadap perlambatan permintaan barang dan jasa bernilai tambah tinggi. Kondisi ini semakin memperlemah kinerja berbagai sektor, serta menghambat penciptaan tenaga kerja.
Hasil kajian Office of Chief Economist (OCE) Perbanas dengan menggunakan data SUSENAS 2024, menunjukkan bahwa pelemahan daya beli terjadi di Kalangan Menengah Atas atau 30% orang terkaya di Indonesia.
“Kelompok masyarakat ini menguasai lebih dari separuh konsumsi nasional, sehingga ketika terjadi pelemahan oleh mereka maka konsumsi agregat juga pasti ikut turun, ini lah yang sedang terjadi semenjak 2024 hingga saat ini”, Ujar Dzulfian-Chief Economist Perbanas.
Sementara itu, konsumsi Kelas Menengah Bawah, meski kecenderungannya tetap terjaga, namun dampaknya terhadap pertumbuhan ekonomi terbatas karena rendahnya efek pengganda yang mereka timbulkan.
Baca juga: Rojali-Rohana Muncul di Mal, DPR: Tanda Ekonomi Sedang Tak Baik-Baik Saja
Untuk itu, Perbanas merekomendasikan stabilisasi ekspektasi ekonomi masyarakat melalui kejelasan arah fiskal-moneter dan suku bunga yang kredibel.
“Selain itu, perlu didorong juga dengan integrasi data pengeluaran, utang, dan tabungan masyarakat ke sistem statistik nasional. Selain itu, bantuan pemerintah sebaiknya ditautkan dengan program produktif dan disertai pemantauan guna mendorong mobilitas ekonomi kelas bawah dan menguatkan permintaan domestik,” tutur Dzulfian.
Pada kesempatan yang sama, Ketua Umum Perbanas Hery Gunardi, menyampaikan bahwa ketahanan sektor perbankan sangat tergantung pada kemampuan membaca perubahan struktural dan merespons kebijakan dan dinamika ekonomi secara adaptif serta berbasis data.
Ia menambahkan bahwa para anggota Perbanas siap untuk memperkuat perannya sebagai katalisator transformasi ekonomi melalui fokus pada sektor bernilai tambah, inovasi dalam penghimpunan likuiditas, serta penyelarasan strategi bisnis dengan kebijakan moneter dan fiskal.
“Pendekatan yang adaptif, selektif, dan kolaboratif harus menjadi landasan utama. Sektor strategis dan esensial seperti pertanian, manufaktur, energi, dan infokom berpotensi besar, namun dukungan terhadap konsumsi dan UMKM juga penting untuk memastikan pertumbuhan ekonomi yang inklusif,” ujar Hery.








