Jakarta – Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) bersama dengan lembaga riset asal London yakni Legatum Institute pada hari ini (15/10) menggelar peluncuran dan diskusi mengenai Global Index of Economic Openness 2019 atau GIEO (Indeks Global Keterbukaan Ekonomi 2019)
Tercatat berdasarkan riset GIEO selama 10 tahun terakhir, Indonesia berada di peringkat ke 68 dari 157 dalam keterbukaan ekonomi. Sebelumnya, Indeks Keterbukaan Ekonomi Indonesia berada pada peringkat 74 pada tahun 2009. Peringkat ini terus naik perlahan hingga menyentuh angka 68 pada tahun 2019. Jika dibandingkan dengan negara-negara ASEAN, RI menempati urutan ke-4 setelah Singapura, Malaysia dan Thailand.
Executive Director CIPS, Rainer Heufers mengatakan, keterbukaan ekonomi adalah elemen penting yang dapat membantu perekonomian sebuah negara
“Indonesia memiliki potensi dan juga pasar yang sangat besar. Hal ini merupakan keuntungan yang memungkinkan pertumbuhan dan perkembangan perusahaan Indonesia serta menarik bagi perusahaan dan juga investor asing,” ujar Rainer di Jakarta, Selasa 15 Oktober 2019.
Senada dengan Rainer, Director of Policy Legatum Institute Stephen Brien mengatakan, bahwa Indonesia memiliki perkembangan yang unik. Ia mengungkapkan, Legatum Institute terus menganalisa kekuatan Indonesia agar Indonesia berkembang lebih cepat.
“Kami melihat Indonesia memiliki perkembangan yang stabil. Selain itu, Indonesia adalah negara dengan potensi luar biasa, dengan populasi terbesar keempat di dunia, salah satu negara demokrasi terbesar di dunia, dan ekonomi tumbuh 5% per tahun. Ada banyak alasan untuk optimistis tentang masa depannya,” jelas Stephen.
Stephen menambahkan ada empat sektor yang menjadi fokus dari GIEO, yaitu Akses Pasar dan Infrastruktur, Kondisi Bisnis, Kondisi Penanaman Modal, and Pemerintahan. Menurutnya, dengan laporan yang objektif, maka Legatum Institute dan CIPS mampu memberikan perbandingan global yang objektif pula.
“Dengan itu, laporan kami diharapkan mampu memaparkan berbagai tantangan dan peluang ekonomi serta permasalahan kelembagaan yang dihadapi Indonesia,” tukas Stephen. (*) Evan
Editor: Rezkiana Np