Jakarta – Potensi korupsi pada Bank Pembangunan Daerah (BPD) terkuak usai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melalui kajian Direktorat Monitoring tahun 2024 menemukan moral hazard dalam pembayaran kredit multiguna (KMG) di empat BPD hingga Rp20,8 miliar oleh anggota DPRD.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Bank Pembangunan Daerah (Asbanda), Achmad Syamsudin, lantas angkat bicara. Ia menuturkan, pihaknya mengapresiasi langkah yang dilakukan KPK dalam upaya pencegahan praktik korupsi di lingkungan BPD.
“KPK itu kan unit pencegahan. Mereka masuk ke kita dalam rangka mencegah terjadinya potensi korupsi,” ujarnya saat berbincang dengan Infobanknews, usai acara The Asianpost Regional Champion Forum 2025 “Masa Depan BUMD di Tangan Kepala Daerah Baru”, di Jakarta, Jumat, 16 Mei 2025.
Achmad tak menampik, potensi terjadinya praktik korupsi bakal selalu ada. Namun, di balik potensi tersebut, ada pembelajaran untuk tidak terlibat dan sesegera mungkin bisa menutup potensi tersebut.
“Potensi itu ada dan dari potensi itu kita belajar untuk segera menutup potensi itu. Itu yang penting bagi kita,” kata Achmad yang juga menjabat sebagai Direktur Utama Bank Sumsel Babel ini.
Baca juga: Kredit Macet BPR Jauh di Atas Threshold 5 Persen, OJK Ungkap Penyebab Utamanya
Sebagai informasi, temuan kredit macet hingga Rp20,867 miliar sendiri melibatkan anggota DPRD (Dewan Perwakilan Rakyat Daerah) periode 2015–2019 dan 2019–2024.
“Terdapat penyaluran kredit/pembiayaan multiguna di empat BPD dengan total nilai Rp20,867 miliar kepada anggota DPRD Provinsi yang saat ini berstatus macet,” ujar Juru Bicara KPK Budi Prasetyo, dalam paparan kajian Direktorat Monitoring KPK, yang diterima Infobanknews, Kamis, 14 Mei 2025.
Budi menjelaskan, kredit macet terjadi karena sebagian anggota DPRD enggan melunasi kewajiban, terutama ketika mengalami Pergantian Antarwaktu (PAW).
Baca juga: KPK Ungkap Kredit Macet Anggota DPRD di BPD Capai Rp20,8 M, Potensi Korupsi Mengintai
Sebagian besar PAW terjadi akibat kebijakan partai, yang dijamin oleh asuransi. Namun, kasus pengunduran diri untuk pencalonan kepala daerah tidak dijamin asuransi.
Selain itu, ada anggota DPRD yang tidak terkena PAW namun tetap menunggak. BPD diduga enggan melakukan penagihan aktif, mengingat para debitur adalah anggota DPRD Provinsi, di mana pemerintah provinsi menjadi pemegang saham pengendali (PSP) BPD.

Diduga Dilakukan Oknum untuk Kepentingan Sendiri
Sementara itu, Direktur Utama Bank Kalimantan Barat, Rokidi menilai, potensi korupsi di BPD yang diungkap KPK barangkali dilakukan oleh oknum untuk kepentingan diri sendiri.
“Kalau seperti itu saya juga bingung. Kalau korupsi berarti ada sesuatu yang barangkali untuk menguntungkan diri sendiri,” akunya, kepada Infobanknews.
“Tapi kalau kredit bermasalah kan tentunya ada parameternya juga. Ada kolateralnya juga, ada sesuatu yang barangkali membuat sebuah kredit ini kalau pun bermasalah bisa diminimalisir,” terangnya.
Baca juga: Dari Debitur Fiktif hingga Moral Hazard, KPK Peringatkan Risiko Korupsi di BPD
Pihaknya pun belum bisa menanggapi lebih gamblang terkait kredit macet yang melibatkan anggota DPRD tersebut. Sebab, perlu dilihat dari berbagai aspek untuk bisa menilai lebih jelas.
Terpenting, ia menekankan, potensi korupsi dalam penyaluran kredit macet yang bermasalah selalu ada.
“Pasti ada yang bermasalah, sepanjang memang permasalahan itu tidak menguntungkan dirinya sendiri,” pungkasnya. (*)
Editor: Yulian Saputra










