Jakarta – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) terus memantau perkembangan situasi global yang berpotensi menimbulkan risiko terhadap perekonomian dan sektor keuangan Indonesia akibat konflik Iran-Israel.
Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi (KLI) Kemenkeu, Deni Surjantoro menyampaikan, hingga saat ini tekanan terhadap pasar keuangan domestik masih berada dalam batas wajar dan belum menunjukkan tanda-tanda kondisi yang genting.
“Kami memperkirakan dampaknya lebih bersifat sementara dan pasar masih terus mencermati perkembangan ke depan,” kata Deni dalam keterangannya, Selasa, 24 Juni 2025.
Baca juga: Dampak Konflik Iran-Israel: Pemerintah Diminta Siap Hadapi Kenaikan Harga Migas
Deni menilai, tekanan pasar dalam sepekan terakhir masih tergolong aman dan belum berdampak signifikan terhadap perekonomian maupun kinerja industri jasa keuangan dalam negeri, termasuk terhadap kinerja fiskal.
Ia juga menjelaskan, posisi rambatan dari tekanan harga minyak dunia terhadap inflasi dalam negeri masih dapat diredam, seiring dengan ketersediaan subsidi dan kompensasi yang diberikan oleh pemerintah.
“Masih terdapat ruang fiskal untuk menyerap risiko inflasi terhadap domestik melalui kebijakan pemerintah tersebut. Fungsi APBN sebagai shock absorber masih dapat berjalan dengan baik,” ujarnya.
Harga Minyak Masih di Bawah Asumsi APBN
Deni mengungkapkan, harga minyak duni saat ini masih di bawah asumsi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 sebesar USD82 per barel.
Hingga akhir pekan lalu, harga minyak Brent tercatat sebesar USD77,27 per barel, sementara rata-rata ICP year-to-date (YtD) masih di bawah USD73 per barel.
Dengan kondisi tersebut, masih terdapat ruang fiskal untuk meredam potensi inflasi yang ditimbulkan oleh kenaikan harga energi.
Baca juga: Adu Kekuatan Militer Iran dan Israel, Siapa Jawaranya?
Sementara itu, kepercayaan investor terhadap instrumen Surat Berharga Negara (SBN) juga masih terjaga, meskipun terjadi arus keluar (outflow). Namun dari sisi tekanan terhadap harga (kenaikan yield) masih sangat terbatas.
Langkah Mitigasi Disiapkan, Sinergi Kebijakan Diperkuat
Meski demikian, tambah Deni, pemerintah terus mewaspadai risiko global dan transmisinya terhadap perekonomian domestik. Berbagai langkah mitigasi telah disiapkan dengan mengoptimalkan peran APBN sebagai penyangga (shock absorber).
Deni menegaskan pentingnya sinergi kebijakan antara pemerintah pusat dan daerah, serta dengan otoritas fiskal, moneter, dan sektor keuangan, untuk menghadapi risiko inflasi dan menjaga stabilitas ekonomi nasional.
“Transformasi struktural terus dilakukan, keberhasilan menjaga suplai pupuk melalui deregulasi misalnya, akan dilanjutkan untuk berbagai komoditas,” pungkasnya.
Baca juga: Selat Hormuz Ditutup, Goldman Sachs Ramal Harga Minyak Bakal Tembus USD110 per Barel
Deni menambahkan, pemerintah juga terus memperkuat sektor-sektor strategis di dalam negeri agar lebih tahan terhadap guncangan eksternal, termasuk melalui diversifikasi sumber energi dan peningkatan ketahanan pangan nasional.
“Pada akhirnya, pemerintah berkomitmen untuk menjaga kesinambungan pertumbuhan ekonomi nasional serta melindungi daya beli masyarakat, agar Indonesia tetap berada pada jalur pemulihan dan pembangunan yang inklusif dan berkelanjutan,” tegasnya. (*)
Editor: Yulian Saputra









