Trump Terapkan Tarif Impor Baru, Begini Dampaknya ke Ekonomi Global dan Domestik

Trump Terapkan Tarif Impor Baru, Begini Dampaknya ke Ekonomi Global dan Domestik

Jakarta – Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump resmi memberlakukan kebijakan tarif sebesar 25 persen terhadap Meksiko dan Kanada. Tarif barang impor Tiongkok juga telah dinaikan menjadi 20 persen. Hal ini menandakan perang dagang telah di mulai.

Selain itu, AS juga akan mengenakan tarif 25 persen pada impor dari Uni Eropa, namun belum dipastikan kapan rencana tersebut efektif diberlakukan.

Kepala Ekonom Bank Mandiri, Andry Asmoro mengatakan, pemberlakukan tarif impor baru Trump ini akan menganggu perekonomian baik global maupun domestik.

Dari sisi global, tarif impor baru ini diperkirakan akan mengganggu arus perdagangan global, karena Tiongkok, Meksiko, dan Kanada menyumbang 43 persen dari keseluruhan impor AS, sementara negara-negara Uni Eropa menyumbang 19 persen.

Secara total, wilayah-wilayah yang terkena dampak ini mewakili 62 persen dari impor AS pada 2024. Jika berlarut-larut, konflik perdagangan ini dapat menyebabkan perlambatan volume perdagangan global.

“Namun, dengan rantai pasokan yang sangat bergantung pada negara-negara ini, importir AS mungkin terpaksa mencari pemasok alternatif, yang berpotensi menguntungkan negara-negara seperti Vietnam, Indonesia, dan India,” ujar Andry dikutip, Rabu, 5 Maret 2025.

Baca juga: China, Kanada, dan Meksiko Kompak Serang Balik Tarif Impor AS

Kemudian terdapat risiko inflasi, di mana biaya impor yang lebih tinggi dapat berkontribusi pada tekanan inflasi di AS, yang berpotensi mempersulit sikap kebijakan moneter Federal Reserve.

Berdasarkan risalah rapat Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) pada 25 Januari 2025, pejabat Federal Reserve menyatakan kekhawatiran bahwa tarif signifikan Donald Trump dapat menyebabkan peningkatan inflasi.

Risiko terhadap sektor riil juga menghantui, yang dapat berdampak negatif terhadap perekonomian, melalui terhambatnya aktivitas sektor riil. Data terbaru menunjukkan PMI Manufaktur ISM AS tetap stagnan di angka 50,3 pada Februari 2025.

“Ini meningkatkan kekhawatiran bahwa tarif impor dapat menghambat aktivitas manufaktur,” jelasnya.

Lebih lanjut, kata Andry, saat ini investor lebih mempertimbangkan kekhawatiran perlambatan ekonomi. Diperkirakan Federal Reserve akan mempertimbangkan pemangkasan sebesar 75 bps pada 2025, masing-masing pada Juni, September, dan Desember. Namun, jika risiko inflasi kembali melonjak, pemangkasan suku bunga mungkin tidak sebesar yang diharapkan.

Dari sisi domestik, dampak terhadap negara emerging market, terutama Indonesia akan sangat terlihat di pasar keuangan. Ketika investor beralih ke aset yang lebih aman seperti dolar AS, pasar mengalami volatilitas yang besar.

Meski begitu, Indonesia memiliki peluang untuk mendapatkan keuntungan dari pergeseran perdagangan antarnegara tersebut. Pada 2024, ekspor Indonesia ke AS didominasi oleh barang elektronik, pakaian jadi, dan alas kaki, dengan total USD42,5 miliar.

“Hal ini memberikan peluang untuk lebih meningkatkan ekspor produk-produk tersebut,” imbuh Andry.

Andry menyatakan pemerintah perlu memberikan dukungan untuk memitigasi risiko dari kebijakan tarif Trump tersebut. Pertama, pemerintah Indonesia perlu menerapkan kebijakan diversifikasi pasar dengan memperluas perdagangan dengan negara lain.

Baca juga: Tarif Impor Baru Trump Ancam Ekonomi Kanada dan Meksiko

Pemerintah juga dapat memberikan insentif pajak dan subsidi, sekaligus menjaga stabilitas nilai tukar melalui kebijakan moneter yang adaptif.

“Peningkatan hilirisasi industri juga diperlukan untuk mengurangi ketergantungan pada ekspor bahan baku dan meningkatkan daya saing produk Indonesia,” tandasnya.

Kedua, dalam pertemuan bilateral dengan AS, pemerintah dapat menegosiasikan pembebasan tarif untuk produk ekspor utama Indonesia dan memperbarui program Generalized System of Preferences (GSP) untuk mempertahankan akses istimewa ke pasar AS. 

“Dengan pendekatan terpadu yang mencakup kebijakan perdagangan, stabilitas ekonomi, dan diplomasi strategis, Indonesia dapat mengambil peluang dari perang dagang dan mempertahankan pertumbuhan ekonominya,” paparnya. (*)

Editor: Galih Pratama

Related Posts

Top News

News Update