Jakarta – Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) menjadi salah satu pertimbangan lembaga keuangan, seperti perbankan dan perusahaan pembiayaan dalam menyetujui kredit atau pembiayaan.
SLIK yang dikelola Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyediakan data riwayat kredit seseorang. Data inilah yang digunakan bank dan perusahaan pembiayaan dalam menilai layak tidaknya calon debitur mendapatkan kredit atau pembiayaan.
Meski menjadi faktor penting, SLIK bukan satu-satunya faktor yang menentukan kelayakan calon debitur. Bank maupun perusahaan pembiayaan mempertimbangkan kemampuan finansial calon debitur secara menyeluruh, sebelum memutuskan persetujuan kredit, termasuk kredit pemilikan rumah (KPR).
Menurut Chief Economist Permata Bank, Josua Pardede, SLIK bukanlah daftar hitam (blacklist) yang menjadi penghalang persetujuan KPR. Keputusan kredit tetap mempertimbangkan penilaian menyeluruh terhadap kapasitas finansial calon debitur.
“SLIK bukan penghalang mutlak karena ada penilaian ulang menyeluruh terhadap kapasitas finansial debitur,” beber Josua di Jakarta, Rabu, 25 Juni 2025.
Baca juga: BTN Populerkan KPR Subsidi di Forum Internasional
Sebagai informasi, SLIK menggantikan peran BI Checking. Tujuan utamanya adalah mencatat riwayat kredit debitur secara terpusat. Data ini digunakan untuk mengurangi asimetri informasi dan meningkatkan manajemen risiko perbankan.
Berdasarkan laporan perbankan ke OJK beberapa waktu lalu menyebutkan, kredit termasuk KPR yang ditolak karena mengacu data SLIK hanya sekitar 1-3 persen dari jumlah total pengajuan kredit.
Data ini menegaskan bahwa perbankan masih membuka peluang penyaluran kredit bagi debitur, sepanjang profil keuangan mereka dinilai layak.
Josua menekankan bahwa SLIK bukan satu-satunya acuan penilaian. Bank juga menerapkan prinsip 5C (Character, Capacity, Capital, Collateral, Condition) untuk mengevaluasi kelayakan kredit.
Josua memaparkan, capacity atau kemampuan membayar menjadi perhatian utama perbankan. Rasio cicilan terhadap pendapatan biasanya dibatasi maksimal 30–40 persen. Stabilitas penghasilan, terutama dari pekerjaan formal, berpotensi meningkatkan peluang persetujuan.
Di sisi lain, besarnya down payment (DP) alias uang muka memengaruhi risiko. Makin besar DP, makin kecil risiko bank.
“Meskipun ada pelonggaran DP 0 persen, bank tetap memperhatikan kesiapan dana pribadi debitur,” lanjutnya.
Selanjutnya dari sisi collateral, properti yang dijadikan jaminan harus memenuhi syarat legalitas, nilai pasar, dan lokasi strategis. Rumah yang tidak layak atau berada di lokasi kurang strategis berpeluang lebih besar untuk ditolak pengajuan KPR-nya.
Baca juga: Hadapi Banyak Tantangan, Begini Strategi Bank Muamalat Genjot Penyaluran KPR
Faktor lain yang turut menjadi penilaian adalah status pekerjaan, masa kerja, dan usia debitur. Debitur berusia tua atau mendekati usia pensiun, berpotensi ditolak karena tenornya terbatas dan ada kewajiban asuransi jiwa.
“Keputusan akhir persetujuan KPR lebih ditentukan oleh profil risiko secara menyeluruh sesuai prinsip kehati-hatian perbankan,” tegas Josua.
Sebagai informasi, sebelumnya Ketua Umum Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Junaidi Abdilah, menyebut data SLIK menjadi penghambat banyak calon debitur gagal mendapatkan persetujuan KPR. Namun, tudingan itu ternyata tidak sesuai dengan fakta proses penentuan persetujuan KPR yang berlangsung di perbankan. (*) Ari Astriawan









