Jakarta– Provinsi kepulauan sepakat mengawal pembahasan hingga pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Daerah Kepulauan yang kini masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2023. Ketua Badan Kerja Sama (BKS) Provinsi Kepulauan yang juga Gubernur Sulawesi Tenggara, Ali Mazi menegaskan bahwa provinsi kepulauan bertekad agar RUU tersebut diketok tahun depan. “Kita bangkit terus. Kita perjuangkan sampai RUU Daerah Kepulauan ini diundangkan,” kata Ali Mazi dalam acara Working Group Discussion II di Jakarta, pada Kamis, 1 Desember 2022.
Ali mengaku heran dengan lamanya proses pembahasan dan pengesahan RUU Daerah Kepulauan di DPR. Menurut dia, RUU ini sudah 18 tahun diperjuangkan atau sejak 2004, dengan dua periode melalui usulan DPR dan dua periode usulan dari DPD. “Tentunya ini menimbulkan pertanyaan bagi kami. Ada apa dengan RUU Daerah Kepulauan?” ucapnya. RUU Daerah Kepulauan juga sudah tiga kali masuk dalam Prolegnas, yakni pada 2021, 2022, dan 2023.
Menurutnya, tujuan RUU Daerah Kepulauan semata demi mewujudkan kesejahteraan rakyat, terutama masyarakat yang tinggal di daerah berciri kepulauan. Pemerintah tak perlu khawatir karena provinsi kepulauan tidak bermaksud menjadi daerah otonomi khusus melalui RUU ini.
Hal senada disampaikan Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Nono Sampono mengatakan, opsi terbaik untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat di daerah kepulauan dan pesisir adalah melalui undang-undang. RUU Daerah Kepulauan adalah jalannya.
“Jangan bicara ke arah lain lagi karena akan mundur. Sekarang tinggal bagaimana komitmen kita bersama supaya negara hadir, khususnya di daerah kepulauan yang terjadi ketimpangan, ketertinggalan, dan berbagai macam persoalan,” ujar Nono.
Anggota Komisi II DPR RI Mardani Ali Sera mengatakan, perlu cara-cara kreatif untuk mengegolkan RUU Daerah Kepulauan. Dia pun menyarankan tiga hal agar RUU Daerah Kepulauan segera diproses. Pertama, membangun gagasan yang mainstream. Dalam membangun RUU Daerah Kepulauan agar menjadi arus utama, menurut dia, maka perlu memasukkan paradigma baru dalam RUU tersebut, yakni unsur blue economy atau ekonomi biru.
Kedua, mengawal peraturan pemerintah yang berkaitan dengan daerah kepulauan. Dan yang ketiga, jangan lelah memperjuangkan provinsi kepulauan.Menurut Mardani, BKS Provinsi Kepulauan sebaiknya menyampaikan gagasan dalam RUU ini ke lingkaran presiden agar visi poros maritim yang sudah kuat dapat terimplementasi dengan baik.
Pada kesempatan itu, Direktur Jenderal Keuangan Daerah, Kementerian Dalam Negeri, Agus Fatoni mengatakan telah memperhatikan isi dari RUU Daerah Kepulauan. Pada prinsipnya, terdapat dua perihal utama dari RUU tersebut, yakni kewenangan dan pendanaan.
Landasan hukum dalam memberikan perhatian khusus pada daerah berciri kepulauan, menurut Agus ada pada Pasal 18B ayat (1), Pasal 22D ayat (1), dan Pasal 25A UUD 1945. Ada pula Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1985 tentang Pengesahan United Nations Convention on The Law of The Sea (UNCLOS/Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut), Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, khususnya di Pasal 27 sampai Pasal 30 tentang kewenangan dan percepatan pembangunan daerah provinsi berciri kepulauan.
Ada pula Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 jo Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan yang mengatur tentang pengelolaan sumber daya kelautan sebagai negara kepulauan yang berciri Nusantara, kemudian Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, khususnya di Pasal Pasal 27 ayat (1) di mana provinsi memiliki kewenangan untuk mengelola sumber daya alam di laut di wilayahnya.
Kewenangan provinsi dalam mengelola sumber daya alam di laut, meliputi eksplorasi, eksploitasi, konservasi, dan pengelolaan kekayaan laut di luar minyak dan gas bumi; pengaturan administratif; pengaturan tata ruang; ikut serta dalam memelihara keamanan di laut; dan ikut serta dalam mempertahankan kedaulatan negara. Serta mengatur kawasan pengelolaan sumber daya alam di laut paling jauh 12 mil diukur dari garis pantai ke arah laut lepas dan/atau ke arah perairan kepulauan.
Khusus tentang kewenangan provinsi di laut dan daerah berciri kepulauan, pemerintah saat ini sedang menyusun rancangan peraturan pemerintah sebagaimana tercantum dalam Pasal 30 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. “Apabila diperlukan, kita dapat merumuskan regulasi. Yang sudah ada dirapikan dan yang belum ada, dibuat,” katanya.
Sementara itu, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional atau Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Suharso Monoarfa mengatakan, masalah kesenjangan antara daerah kepulauan dengan daerah non-kepulauan sudah lama diperdebatkan. “Waktu saya di DPR periode 2004, kami sudah membahas soal ini,” ujarnya.
Suharso kembali mengingatkan filosofi negara kepulauan seperti yang disampaikan Presiden pertama RI Sukarno. “Bung Karno mengatakan Nusantara adalah laut yang di dalamnya ada pulau-pulau. Bukan pulau-pulau yang dipisahkan oleh laut. Ini beda berbeda filosofinya. Dengan begitu, yang terpenting adalah rasa keadilan,” ujarnya.