Jakarta – Bank Mayapada Internasional (Bank Mayapada) mencatat kinerja keuangan yang mengesankan sepanjang 2024 dengan pertumbuhan laba bersih sebesar 15,70 persen secara tahunan (yoy), menjadi Rp25,57 miliar. Pertumbuhan laba itu jauh melampaui rata-rata industri perbankan yang tumbuh 4,88 persen. Pertumbuhan laba yang solid itu tak lepas dari strategi bank yang dipimpin Hariyono Tjahjarijadi dalam mengoptimalkan pendapatan bunga, meskipun di tengah kenaikan beban bunga yang cukup signifikan.
Mengutip laporan keuangan publikasi pada Kamis, 10 April 2025, pendapatan bunga Bank Mayapada tercatat naik tajam sebesar 27,59 persen menjadi Rp11,18 triliun dari sebelumnya Rp8,76 triliun di 2023. Namun, beban bunga juga mengalami lonjakan sebesar 30,00 persen menjadi Rp8,60 triliun.
Meskipun beban bunga meningkat lebih tinggi dari pendapatan bunga secara persentase, Bank Mayapada masih mampu mencetak pertumbuhan pendapatan bunga bersih sebesar 20,16 persen menjadi Rp2,58 triliun. Hal ini mencerminkan efektivitas bank dalam mengelola aset produktifnya, yang turut tercermin dari meningkatnya net interest margin (NIM) dari 1,80 persen menjadi 2,10 persen.
Baca juga: Rapor Bank Index 2024 Biru! Raup Laba Rp170,31 Miliar, Tumbuh di Atas Industri
Kinerja yang positif itu diimbangi oleh pengendalian yang cukup baik atas beban operasional. Beban operasional lainnya naik 20,57 persen menjadi Rp2,52 triliun, namun rasio efisiensi bank atau BOPO hanya sedikit naik dari 99,40 persen menjadi 99,51 persen, menandakan manajemen tetap berupaya menjaga efisiensi meskipun biaya operasional meningkat.
Dari sisi intermediasi, bank dengan kode saham MAYA ini berhasil mencatat pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) sebesar 8,38 persen secara tahunan menjadi Rp126,37 triliun, hampir dua kali lipat dari rata-rata pertumbuhan DPK industri yang sebesar 4,48 persen. Pertumbuhan ini terutama didorong oleh kenaikan simpanan deposito sebesar 11,15 persen.
Di sisi kredit, penyaluran pinjaman meningkat 2,90 persen menjadi Rp106,53 triliun, sedikit di bawah pertumbuhan DPK, yang menyebabkan rasio Loan to Deposit Ratio (LDR) turun dari 88,59 persen menjadi 84,01 persen. Penurunan LDR ini masih dalam kisaran ideal yang ditetapkan regulator yaitu antara 78 persen hingga 92 persen, dan menandakan posisi likuiditas bank dalam kondisi sehat. Di sisi lain, LDR Bank Mayapada tercatat lebih rendah dari rata-rata industri yang berada di angka 88,57 persen.
Lebih jauh, kualitas kredit bank milik konglomerat Dato Sri Tahir ini menunjukkan perbaikan dengan rasio kredit bermasalah (NPL) gross turun dari 3,77 persen menjadi 3,47 persen dan NPL net turun dari 2,94 persen menjadi 2,63 persen, keduanya jauh di bawah batas aman 5 persen yang ditetapkan regulator. Ini mencerminkan pengelolaan risiko yang semakin baik serta perbaikan kualitas aset kredit.
Secara total, aset Bank Mayapada tumbuh 6,15 persen menjadi Rp150,18 triliun, lebih tinggi dari rata-rata industri yang mencatat pertumbuhan aset sebesar 5,91 persen. Peningkatan ini menunjukkan ekspansi dan pertumbuhan bisnis yang tetap terjaga di tengah berbagai tantangan ekonomi.
Rasio permodalan (CAR) sedikit menurun dari 10,78 persen menjadi 10,50 persen, namun masih dalam level yang cukup aman untuk menopang pertumbuhan aset dan ekspansi kredit ke depan. Modal inti juga meningkat sebesar 8,34 persen menjadi Rp12,70 triliun.
Baca juga: Cetak Rekor! Laba Bersih MUFG Jakarta Tembus Rp6,9 Triliun pada 2024
Sementara itu, rasio profitabilitas seperti return on assets (ROA) dan return on equity (ROE) masih relatif stabil, masing-masing tercatat di 0,04 persen dan 0,19 persen. Meski nilainya belum tinggi, konsistensi dalam mempertahankan angka positif ini di tengah persaingan yang ketat menjadi sinyal positif atas kinerja operasional yang efisien.
Secara umum, Infobank Institute melihat kinerja Bank Mayapada pada 2024 menunjukkan pertumbuhan yang sehat dan terkendali. Dengan laba bersih yang tumbuh jauh di atas rata-rata industri, bank ini berhasil mengukuhkan posisinya sebagai salah satu institusi keuangan yang mampu mengoptimalkan pendapatan bunga, menjaga kualitas aset, serta mempertahankan likuiditas dan efisiensi di tengah dinamika industri perbankan nasional. (*) Ari Nugroho