KPK Ungkap Kredit Macet Anggota DPRD di BPD Capai Rp20,8 M, Potensi Korupsi Mengintai

KPK Ungkap Kredit Macet Anggota DPRD di BPD Capai Rp20,8 M, Potensi Korupsi Mengintai

Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan potensi korupsi di Bank Pembangunan Daerah (BPD), terutama dalam penyaluran dan pengelolaan kredit. Salah satu temuan mengejutkan adalah adanya kredit macet sebesar Rp20,867 miliar yang melibatkan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).

KPK melalui kajian Direktorat Monitoring tahun 2024 menemukan moral hazard dalam kredit multiguna (KMG) di empat BPD. Kredit tersebut diberikan kepada anggota DPRD periode 2015–2019 dan 2019–2024, namun kini dinyatakan macet.

“Terdapat penyaluran kredit/pembiayaan multiguna di empat BPD dengan total nilai Rp20,867 miliar kepada anggota DPRD Provinsi yang saat ini berstatus macet,” ujar Juru Bicara KPK Budi Prasetyo, dalam keterangan resminya yang diterima Infobanknews, Kamis, 14 Mei 2025.

Baca juga: Tekan Kasus Fraud di BPD, OJK Perkuat Pengawasan

Budi menjelaskan, kredit macet terjadi karena sebagian anggota DPRD enggan melunasi kewajiban, terutama ketika mengalami Pergantian Antarwaktu (PAW). Sebagian besar PAW terjadi akibat kebijakan partai, yang dijamin oleh asuransi. Namun, kasus pengunduran diri untuk pencalonan kepala daerah tidak dijamin asuransi.

Selain itu, ada anggota DPRD yang tidak terkena PAW namun tetap menunggak. BPD diduga enggan melakukan penagihan aktif, mengingat para debitur adalah anggota DPRD Provinsi, di mana pemerintah provinsi menjadi pemegang saham pengendali (PSP) BPD.

Siap Kalah di Negosiasi Tarif Trump?
Simak Liputan Khusus Tim Infobanknews dalam artikel berjudul “Siap Kalah di Negosiasi Tarif Trump?“. (Ilustrasi: M. Zulfikar)

Enam Potensi Korupsi di BPD

Selain kredit macet anggota DPRD, KPK mengidentifikasi lima masalah lain yang membuka peluang korupsi di BPD. Beberapa di antaranya adalah:

  1. Indikasi fraud dalam penyaluran kredit atau pembiayaan bermasalah: Berdasarkan Peraturan OJK (POJK) No.39/POJK.03/2019, KPK menemukan empat jenis fraud yang terjadi BPD sampel pada 2013-2023, yakni penggunaan kredit atau pembiayaan tidak sesuai peruntukan (side streaming), debitur fiktif, debitur topengan, dan rekayasa dokumen dengan nilai kredit Rp451,19 miliar.
  2. Key person kredit atau pembiayaan tidak dalam kepengurusan dan/atau bukan PSP perusahaan: Dari tiga BPD yang menjadi sampel, empat penyaluran kredit macet senilai Rp260 miliar terjadi karena analisis kredit lebih menitikberatkan pada profil key person, bukan perusahaan.
  3. Termin pembayaran tidak diterima bank: Pada 5 BPD yang menjadi sampel, terdapat sebanyak 11 kredit modal kerja senilai Rp72 miliar macet karena termin pembayaran proyek tidak masuk ke rekening BPD.
  4. Debitur/usaha tidak layak dibiayai: Pada 5 BPD yang menjadi sampel, terdapat 6 penyaluran kredit atau pembiayaan modal kerja dengan kolektibilitas macet tahun 2007-2022 senilai Rp224,7 milliar yang terindikasi terkait usaha/debitur yang tidak layak untuk dibiayai. Permasalahan ini terjadi karena di antaranya BPD mengabaikan karakter debitur, verifikasi dan validasi usaha tidak dilakukan dengan baik, pengabaian atas revieu risiko dan kepatuhan.
  5. Jaminan untuk kredit atau pembiayaan yang bermasalah: Jaminan kredit senilai Rp234,4 miliar pada 2007-2022 yang diberikan BPD kepada debitur ternyata bermasalah, meningkatkan risiko kerugian.
Baca juga: Dari Debitur Fiktif hingga Moral Hazard, KPK Peringatkan Risiko Korupsi di BPD

KPK Dorong Pembenahan Sistem BPD

Melihat temuan ini, KPK menegaskan pentingnya pengawasan lebih ketat terhadap BPD, terutama terkait penyaluran kredit.

“KPK berharap pengendalian risiko dan proses penagihan kredit dapat diperketat demi menghindari potensi kerugian negara,” tutup Budi. (*)

Related Posts

News Update

Netizen +62