Jakarta – Risiko keamanan siber di sektor jasa keuangan khususnya industri perbankan semakin berkembang. Industri perbankan memiliki konsekuensi yang harus ditanggung dalam menghadapi serangan siber untuk keamanan nasabah.
Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Jabodebek dan Provinsi Banten Roberto Akyuwen menyebutkan sejumlah dampak dari penerapan keamanan siber bank yang perlu ditanggung. Pasalnya, serangan siber di sektor keuangan hampir tiga kali lebih banyak dibandingkan industri lainnya.
“Ada tren keamanan siber untuk menggambarkan tentang konsekuensi yang harus ditanggung oleh suata lembaga jasa keuangan khususnya bank ketika berhadapan dengan serangan siber,” ujar Roberto dalam Talkshow dan Launching Buku “Keamanan Siber Bank” di Universitas Trisakti, Jakarta, Rabu, 10 Juli 2024.
Baca juga: Marak Serangan Siber, Begini Strategi Krom Bank Jaga Keamanan Data Nasabah
Robeto mencontohkan, kebocoran data, misalnya. Hal ini menyebabkan peningkatan biaya yang sangat besar bagi perbankan. Selain itu, untuk mengimplementasikan dan mengelola infrastruktur keamanan siber, diperkirakan akan meningkat lebih dari 40 persen pada 2025.
Kemudian, bank perlu meningkatkan penggunaan biometrik dan token. Karena bank-bank mulai mengenalinya sebagai suatu solusi yang berguna dalam pengendalian keamanan pembayaran.
Baca juga: Mitigasi Risiko Jadi Jurus Bank Jago Halau Serangan Siber
“Para nasabah mulai menggunakan biometrik untuk aktivitas-aktivitas perbankan, seperti otentifikasi pada mobile banking, melakukan transaksi pada ATM, dan pembayaran,” jelasnya.
Roberto menambahkan bahwa ke depannya nasabah juga lebih memilih jalur digital, konsekuensinya bank-bank perlu menyediakan pula otentifikasi dan proses pengendalian akses yang lebih canggih, tanpa mengorbankan pengalaman nasabah. (*)
Editor: Galih Pratama