Jakarta – Bank Indonesia (BI) telah memutuskan menurunkan BI rate sebesar 25 bps menjadi 6,00 persen pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) bulan September 2024. Keputusan ini lebih cepat dari asesmen sebelumnya, yakni pada kuartal IV 2024.
Kepala Ekonom PermataBank Josua Pardede menilai keputusan BI dalam memangkas suku bunga acuan atau BI Rate masih akan berlanjut. Hingga akhir 2024, dia memprediksi BI-rate akan berada pada kisaran 5,50 persen.
“Mempertimbangkan prospek kebijakan moneter The Fed, lintasan inflasi Indonesia yang rendah, transaksi berjalan yang terkendali, dan ekspektasi apresiasi rupiah, BI-rate akan berada pada kisaran 5,50 persen pada akhir tahun 2024,” jelas Josua kepada Infobanknews, 19 September 2024.
Baca juga: The Fed Pangkas Suku Bunga 50 Bps, Begini Respons Sri Mulyani
Diketahui, pada Agustus 2024, inflasi umum sedikit menurun menjadi 2,12 persen year on year (yoy), turun dari 2,13 persen yoy pada Juli 2024. Ini menandai tingkat terendah sejak Februari 2022. Meski demikian, level inflasi ini masih berada dalam kisaran target BI sebesar 1,5 hingga 3,5 persen.
Di sisi lain, kata Josua, momentum penurunan suku bunga acuan BI ini diperkirakan mendukung pertumbuhan ekonomi agar tetap solid. Terutama bagi industri perbankan. Pelonggaran kebijakan moneter BI tersebut diperkirakan akan mendorong penurunan cost of fund, yang selajutnya akan mendorong penurunan suku bunga kredit.
“Penurunan suku bunga acuan BI akan direspons oleh penurunan suku bunga Pasar Uang Antar Bank (PUAB) yang selanjutnya akan berpengaruh pada penurunan suku bunga perbankan termasuk suku bunga kredit,” ujarnya.
Sementara Ryan Kiryanto, Ekonom Senior dan Associate Faculty LPPI menambahkan, dengan penurunan BI Rate yang dinilai tepat waktu dan tujuan ini, diharapkan perbankan juga akan melakukan penyesuaian suku bunga. Tujuannya agar permintaan kredit bisa terdongkrak sehingga perekonomian kembali pulih dan membaik di masa transisi pemerintahan.
Baca juga: Usai BI dan The Fed Pangkas Suku Bunga, IHSG Dibuka Dekati Level 7.900
“Semoga ‘jamu manis’ dari RDG BI ini betul-betul mampu tertransmisi secara efektif dalam penurunan suku bunga perbankan dan non-perbankan serta mendongkrak permintaan kredit atau pinjaman,” jelas Ryan.
Ke depan, kata Ryan, jika ekspektasi inflasi mengarah ke target sasaran 2,5 persen dan kurs rupiah tetap stabil, maka masih ada ruang bagi BI untuk menahan dan/atau menurunkan BI Rate.
“Setidaknya (menurunkan) 25 bps menjadi 5,75 persen untuk menjadi stimulus perekonomian dari jalur kebijakan moneter yang tetap pro-growth,” tutup Ryan.
Sekadar informasi, pemangkasan suku bunga acuan ini adalah yang pertama sejak Februari 2021. Suku bunga BI sempat bertahan di level 3,5 persen sejak Februari 2021 sampai Juli 2022. Kemudian, kenaikan mulai terjadi pada Agustus 2022 hingga Agustus 2024 yang berada di level 6,25 persen. (*)