Jakarta – Sebagai upaya meningkatkan alternatif pembiayaan untuk pembangunan dan usaha strategis, Bank Indonesia (BI) mengajak perbankan untuk memperluas transaksi Repurchase Agreement (Repo).
Untuk itu, BI pun memfasilitasi penandatangan perjanjian induk Repo oleh 76 perbankan nasional yang melakukan tanda tangan kontrak terdiri dari 71 bank umum, 4 bank syariah, dan 1 merupakan unit usaha syariah.
Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Destry Damayanti mengatakan, 76 perbankan yang melakukan tanda tangan kontrak terdiri dari 71 bank umum, 4 bank syariah, dan 1 merupakan unit usaha syariah.
Fasilitasi perjanjian kerja sama tersebut diwakilkan oleh sepuluh bank nasional, diantaranya Bank Mandiri, Bank BNI, Bank BRI, Bank BCA, BPD Jatim, BTN, OCBC NISP, Bank Neo, Bank Capital dan Bank Raya.
“Dengan adanya perluasan tandatangan perjanjian induk repo (GMRA) diharapkan dapat mengakselerasi peningkatan volume transaksi, baik antar bank dalam satu kelompok yang sama maupun lintas kelompok bank,” jelasnya dikutip Senin, 29 Mei 2023.
Ia mengatakan, transaksi repo merupakan perjanjian pinjaman dana dengan agunan saham atau surat utang menggunakan Surat Berharga Negara (SBN).
Transaksi ini kata dia, merupakan salah satu inisiatif dalam Blueprint Pengembangan Pasar Uang (BPPU 2025) untuk membangun pasar uang yang modern dan maju di era digital.
Diakuinya, sejak tahun 2020, Bank Indonesia gencar melakukan upaya pengembangan pasar Repo dengan berbagai inisiatif kebijakan yang di orkestrasi di dalam Forum Koordinasi Pembiayaan Pembangunan melalui Pasar Keuangan (FKPPPK) yang di dalamnya terdiri dari Kemenkeu, BI, OJK dan LPS.
“Sinergi pun juga kami lakukan dengan pelaku usaha termasuk dengan IFEMC dan Himdasun. Hasilnya, transaksi repo secara konsisten terus berada dalam tren peningkatan,” terangnya.
Pada tahun 2023, rata-rata transaksi harian telah mencapai Rp11,4 triliun atau meningkat 57 persen year to date (ytd) dibandingkan tahun 2022. Angka ini juga jauh dari kondisi sebelum pandemi, di mana rata- rata transaksi harian Repo hanya sekitar Rp700-800 miliar per hari.
Jumlah pelaku pun juga naik dari hanya sebanyak 12 bank di 2019, menjadi sekitar 34 bank di tahun 2023 ini.
Peningkatan aktivitas Repo, tambah dia, sekaligus memecah stigma yang ada sebelumnya, bahwa perbankan atau pelaku usaha yang melakukan Repo adalah pihak yang sedang dalam kesulitan likuiditas.
“Padahal aktivitas Repo adalah hal yang sangat biasa dan lazim dilakukan secara global. Justru transaksi Repo lebih aman dibandingkan dengan call money yang sifatnya uncollateralized,” terangnya.
Pihaknya merinci, ke depannya pasar Repo akan semakin aktif. Hal ini lantaran, pertama, repo memegang peran penting dalam pembiayaan ekonomi nasional, khususnya dalam kaitannya dengan pasar surat utang.
Saat ini, mayoritas SBN yakni sekitar 24% dimiliki oleh perbankan, atau kisaran Rp 1.300 triliun bonds SBN dimiliki oleh perbankan.
Kedua, adanya rencana implementasi kebijakan primary dealers (PDs) yang diharapkan akan mulai implementasi pada tahun 2024.
Ketiga, adanya penguatan di pasar keuangan melalui implementasi UU P2SK yang diharapkan akan mendorong pasar Repo karena adanya penegasan, antara lain mengenai wewenang BI, closed out netting, dan penguatan Infrastruktur Pasar Keuangan seperti CCP atau Central Clearing Counterparty, di mana transaksi Repo nantinya dapat dilakukan melalui CCP. (*)
Editor: Rezkiana Nisaputra