Oleh: Eko B Supriyanto
Jakarta – Ketua Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), Sri Mulyani Indrawati menegaskan sistem keuangan Indonesia masih stabil meski, pada April ini pasar keuangan mengalami tekanan dengan melorotnya nilai tukar rupiah. Stabilitas sistem keuangan Indonesia ini ditopang oleh fundamental ekonomi yang kuat, kinerja lembaga keuangan yang membaik serta kinerja emiten di pasar modal yang stabil.
Bahkan, menurut Wimboh Santoso, Ketua Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang juga menjadi anggota KSSK, menegaskan pihaknya sudah melakukan stress test terkait merosotnya nilai tukar rupiah. Jika nilai tukar rupiah liar sampai menembus Rp20.000 per satu dolar AS, menurut Wimboh Santoso, hasilnya kondisi perbankan Indonesia masih cukup kuat.
Selaian stress test terkait nilai tukar, OJK juga melakukan stress test terkait suku bunga. Hal itu dengan asumsi kenaikan suku bunga kredit mengalami kenaikan dalam batas tertentu. Kondisi non performing loan (NPL) perbankan, ditegaskan oleh Wimboh juga relatif cukup kuat karena permodalan bank masih berkisar 22%. Hal yang sama juga masih sangat aman dari sisi posisi devisa netto (PDN).
Benarkah demikian? Bisa jadi benar adanya jika melihat efek pertama — kondisi permodalan bank, terutama terkait kenaikan suku bunga kredit, kondisi NPL dan PDN. Namun jika melihat efek kedua yaitu kondisi debitur bank yang masih susah plus akan terkena dampak psikologis. Bayangkan, rupiah ambrol mendekati Rp14.000 ribu pasar sudah bergoyang, bahkan KKSK pun sibuk menjelaskan kondisi masih aman.
Beberapa bankir senior yang dihubungi oleh InfoBank menegaskan, efek terberat adalah kondisi debitur yang tidak hanya tertekan merosotnya rupiah secara langsung. Namun, permintaan akan barang juga akan merosot karena harga-harga juga akan meningkat. Kelesuan permintaan akan meningkat akibat merosotnya nilai tukar rupiah.
Boleh jadi jika nilai tukar sampai menembus Rp20.000 bisa jadi bank masih akan aman karena kondisi CAR perbankan nasional masih 22% dengan NPL yang masih 2,79%. Namun Biro Riset Infobank punya pandangan berbeda, pertama, kondisi masing-masing bank tentu berbeda. Tidak semua bank kondisinya sama, baik terkait NPL dan CAR. Jika demikian, maka tentu ada beberapa bank yang tidak tahan menghadapi gejolak nilai tukar rupiah ambrol sampai Rp20.000.
Kedua, posisi credit at risk perbankan yang masih 11% tentu akan menjadi soal yang serius. Tekanan terhadap kondisi debitur akan membuat ledakan pada kredit macet yang tentu membutuhkan penanganan dengan penambahan modal. Kredit kualitas rendah akan meningkat karena melihat posisi credit at risk masih tinggi.
Tiga, nilai tukar rupiah yang merosot tentu menurunkan permintaan akan barang karena sebagian besar barang impor yang tentu mahal harganya. Contoh paling sederhana, harga mobil dan motor serta handphone dan tentu barang-barang impor lainnya. Efeknya, pembiayaan konsumen juga akan tertekan – pada akhirnya bank juga akan terkena imbasnya karena selama ini pembiayaan dari bank.
Empat, konglomerasi keuangan tentu dengan ambrolnya nilai tukar rupiah sampai Rp20.000 akan menyulitkan industri keuangan lain, seperti asuransi dan multifinance dan perusahaan sekuritas. Pasar modal yang juga terkena, maka secara konsolidasi juga terkena dampak serius.
Lima, kondisi psikologis penabung – jangan pernah meremehkan kondisi psikologis penabung masyakat Indonesia. Meski Dana Pihak Ketiga (DPK) dijamin oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) masih saja ada kepanikan. Apalagi, konsep bail-out bank tidak ada lagi, kecuali presiden menyatakan Indonesia krisis. Tapi, siapa yang akan mengumumkan Indonesia krisis dalam situasi Tahun Politik dan pengalaman kasus bail-out Bank Century. Hampir pasti konsep bail-out tidak akan ada lagi. Siapa yang berani setelah Boediono yang menangani krisis justri kebijakannya dikriminalisasi dan dipolitisir?
Enam, adanya konsep bail-in justru dinilai memicu penarikan dana deposan yang jumlahnya besar besar. Apa pasal? Jika terjadi bank gagal, maka uang deposan ini yang akan menjadi pemegang saham agar banknya tetap hidup dan uang deposan besar tidak hilang. Namun tentu deposan besar akan menarik lebih dulu sebelum terjadinya kegagalan bank. Apalagi, jika uang besar itu juga untuk memenuhi kebutuhan cash flow.
Tujuh, jika benar rupiah akan amrol sampai Rp20.000 kepanikan akan terjadi kemana-mana meski Ketua OJK sangat percaya diri dan bahkan dinilai over confidence menyebut bank masih aman jika satu dolar AS menembus Rp20.000. Faktor psikologis tentu akan sangat menentukan.
Stress test tentu sangat berbeda dengan kondisi sebenarnya. Tahun politik tentu tidak menginginkan suku bunga naik, tapi mau tidak mau suku bunga akan naik. Tahun politik pula tentu tidak akan ada yang bilang bahwa akan terjadi krisis – kalau terjadi krisis pun tentu tidak aka ada yang bilang itu krisis. Pengalaman Negara-negara di dunia, setiap terjadi krisis selalu terjadi pergantian pemimpin.
Sikap confidence diperlukan, tapi jika sampai memprediksi 1 US$/Rp20.000 itu namanya over confidence. Lalu, pasar pun mengantisipasi yang sama dengan membuat perhitungan yang sama pula – tentu membeli dolar saat ini masih dinilai menguntungkan jika otoritas sudah mengumumkan bahwa stress test sudah dilakukan dengan angka yang fantastis 1US$ sama dengan Rp20.000.
Kita tidak ingin krisis terjadi – yang diperlukan adalah menenangkan pasar. Satu sisi stress test 1 US$/Rp20.000 bermaksud menenangkan pasar, tapi pasar justru melihat itu sangat over confidence dan akan merespon yang sama. Langkah berjaga-jaga. Pengalaman sebelum krisis 1998, angka-angka makro, seperti pertumbuhan ekonomi hanya akan menjadi catatan semata, karena krisis datang langsung merusak segalanya hingga pertumbuhan minus.
Jangan pernah main-main dengan psikologis masyakat Indonesia, karena semua bisa berubah dalam waktu singkat dan sekaligus berubah arah, liar sulit dikendalikan. Apalagi, faktor melemahnya rupiah ada di luar jangkauan kita, yaitu Amerika Serikat.
Pengalaman dari dua kali krisis 1998 dan 2008, jagalah likuiditas dan dogma cash is the king menjadi sangat prioritas utama. Jangan over confidence karena itu justru melemahkan “kuda-kuda” kita.(*)
Penulis adalah Pemimpin Redaksi Majalah Infobank.