Jakarta – Guna melindungi hak dan kewajiban kreditur serta debitur jaminan fidusia, maka telah diaturlah di dalam Undang-Undang No.42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. Dalam hal ini, pihak yang bersangkutan wajib untuk memahami mengenali dasar hukum jaminan fidusia agar tidak menjadi tindak pidana.
Berdasarkan UU NO.42 Tahun 1999 pasal 36, dilarang bagi debitur untuk mengalihkan, menggadaikan atau menyewakan tanpa ijin tertulis, maka bila terjadi akan ada tindak pidana penjara paling lama 2 tahun dan denda paling banyak 50 juta rupiah.
“Dilindungi oleh undang-undang dilarang bagi debitur mengalihkan, menyewakan dan menjual dibawah tangan tanpa ijin. Namun jika melapor diperbolehkan, sehingga akan dibuat lagi setifikat baru kalau dijual ataupun dialihkan, supaya jelas perusahaan pemberi kredit menagih kepada siapa,” jelas Kombes Pol Antonius Agus Rahmanto, Sik. M.Si, Auditor Kepolisian Madya TK III Itwasda Polda Kaltim, Selasa, 24 Mei 2022.
Agus juga melanjutkan, penting sekali memaknai sertifikat jaminan fidusia, anggota Polri tidak perlu ragu ketika ada multifinance mengajukan laporan, pertama yang ditanya adalah sertifikatnya yang berkaitan dengan kendaraan, bila tidak ada maka tidak bisa dilaporkan. Pidana dan perdata hanya selembar sertifikat jaminan fidusia.
Selain itu, banyak juga identitas palsu yang digunakan debitur untuk mendapatkan kredit, UU No.42 Tahun 1999 pasal 35 ini diatur untuk melindungi kreditur dari debitur bodong atau pemain aplikasi yang bisa mengajukan kredit di banyak perusahaan multifinance dengan satu identitas.
“Ternyata waktu itu belum ada data base yang terintegrasi, akhirnya saya usul APPI (Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia) mempunyai data base bagaimana ketika di approve klaimnya masuk, kemudian sudah masuk ke data base tersebut. Kemudian pemain aplikasi hanya bisa maksimal sebulan, karena tagihan bulan berikutnya ketahuan rumahnya di datangi sudah tidak ada, ketika dia mengajukan ke multifinance kedua itu namanya akan muncul identitasnya sudah pernah dipakai,” imbuh Agus.
Terkait tindak pidana di pasal 35 dan 36 tersebut Agus menambahkan, rekan-rekan dari kepolisian tidak perlu ragu ketika ada laporan dari perusahaan multifinance, seperti laporan kendaraan dimiliki oleh pihak ke enam, itu sudah pidana. Tidak perlu bingung dengan keputusan MK jelas diatur, polisi menyidik yang pidana di pasal 35 dan 36, ditambah dengan rentetan kejadian seperti jika debt collector atau ketika putusan diskusi ada pemukulan sudah pidana, itu yang perlu dipahami. (*)