Transisi ke Real-Time Treasury Masih Terhambat
Anne menyatakan bahwa kondisi ini menghambat transisi ke sistem real-time treasury. Di negara lain, penggunaan bank transfer dan dompet digital sudah umum, sementara di Indonesia, masih banyak yang menggunakan metode manual.
“Kalau di negara lain mungkin sudah lebih umum ya, mereka semua menggunakan bank transfer, menggunakan e-wallet dan lainnya yang lebih digital,” sambungnya lagi.
Melihat kondisi tersebut, HSBC Indonesia tidak terburu-buru mendorong penerapan AI dalam layanan keuangan.
Saat ini, mereka fokus pada dukungan digitalisasi melalui otomatisasi dan integrasi data serta pembayaran secara real-time melalui sistem liquidity management dashboard HSBC.
“Untuk AI sendiri ini masih digodok, masih kita lihat. Walaupun di HSBC luar negeri sudah dipakai untuk customer service, untuk membantu menganalisa data-data yang berhubungan dengan cash flow (nasabah korporasi), tapi di Indonesia sendiri belum,” cetus Anne.
Baca juga: Airlangga: Pengguna QRIS Lintas Negara Kini Lampaui Kartu Kredit
Meski begitu, HSBC Indonesia tetap mempertahankan layanan konvensional seperti cabang, dan tetap optimis bahwa penggunaan AI dan otomatisasi akan tumbuh ke depannya.
“Kalau sistemnya ada, tapi SDM-nya, ‘aduh kita tidak paham gimana cara men-download report atau pakai report, ya sama juga gitu. Jadi, kesiapan teknologi dan kesiapan skill resource (yang dibutuhkan),” tegas Anne.
HSBC Komitmen Dukung Transformasi Digital di RI
HSBC Indonesia menegaskan komitmennya untuk terus mendorong penggunaan teknologi otomatisasi dan AI dalam sistem keuangan perusahaan, sejalan dengan visinya menuju digitalisasi.
“Manfaat dari manajemen treasury yang efisien dan tangkas, didukung oleh informasi yang andal dan cepat, akan mendukung keunggulan treasury di masa depan,” ujar Head of Global Payments Solutions, Asia ex Greater China di HSBC, Manoj Dugar.
Sebagai tambahan informasi, secara regional Asia Pasifik, dari 302 responden survei, risiko utama yang dihadapi dalam 12 bulan ke depan adalah:
- Volatilitas pasar keuangan
- Pelemahan akibat resesi
- Risiko rantai pasok
- Risiko kebijakan negara
- Cyberattacks
- Risiko pihak ketiga keuangan (financial counterparty)
(*) Steven Widjaja








