Jakarta – PT Sarana Global Finance Indonesia atau SG Finance membeberkan sejumlah tantangan dalam menerapkan manajemen risiko terkait dengan teknologi informasi.
Di mana, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebelumnya telah menerbitkan Peraturan OJK (POJK) Nomor 4/POJK.05/2021 tentang penerapan manajemen risiko dalam penggunaan teknologi informasi oleh lembaga jasa keuangan non-bank (POJK MRTI).
Direktur Risk and Compliance SG Finance, Anthony Tampubolon mengaku sejak POJK MRTI diberlakukan, pihaknya telah memiliki infrastruktur dalam mengimplementasikan aturan tersebut. Hanya saja, kata, Anthony, untuk implementasi aplikasi program atau sistem pelaporannya masih membutuhkan waktu.
Baca juga: Perusahaan Multifinance Wajib Punya Sistem Online, Ini Kata APPI
“Infrastrukturnya sudah ada, tapi implementasi sampai kita bisa bikin report yang bisa kita submit itu yang masih kita butuh waktu,” ucap Anthony dalam acara Infobank Multifinance Connect 2025 bertajuk “Improving Multifinance Industry Competitiveness through Service Management and Efficiency”, di Jakarta, Rabu, 19 Februari 2025.
Anthony juga membeberkan tantangan lain penerapan POJK MRTI adalah terkait dengan modal belanja atau capital expenditure (capex). Pasalnya, untuk mengimplementasikan aplikasi atau sistem pelaporan secara dalam jaringan atau online, hingga penyediaan modul panduan memerlukan biaya yang cukup mahal.
Baca juga: Kendaraan Listrik Dominasi Pembiayaan Adira Finance di IIMS 2025
Untuk saat ini, kata Anthony, pihaknya masih mengandalkan pelaporan terkait manajemen risiko secara manual. Ditargetkan, tahun ini bisa menerapkan pelaporan manajemen risiko melalui aplikasi.
“Tapi sebaiknya sih kalau sudah ada by system itu jauh lebih enak. Jadi user kita tadinya yang input, tapi sekarang bisa sebagai analyzer atau supervisor. Jadi dia sudah meng-evaluate, sudah di-degenerate sama sistem. (Tahun ini impelementasi?) 2025 ini bisa,” imbuhnya. (*)
Editor: Galih Pratama