Patriot Bond dan Risiko Fiskal
Sementara itu, terkait RUU Patriot Bond, penerbitan instrumen ini terbilang unik lantaran dilakukan dengan kupon yang jauh di bawah rata-rata kupon obligasi pemerintah. Alih-alih menggunakan logika investasi berbasis risiko dan pengembalian, pembelian instrumen ini oleh para konglomerat Indonesia didorong oleh tendensi politis.
“Patriot Bond adalah asuransi politik bagi konglomerat agar bisnisnya tidak diganggu,” sambung Bhima.
Meski bukan keniscayaan—terlebih setelah Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menyalurkan Rp200 triliun ke Himbara—Patriot Bond punya potensi mempengaruhi likuiditas perbankan.
Risiko crowding out secara sektoral masih tetap ada jika dana yang terkumpul hanya mengendap dan tidak berputar lagi ke ekonomi riil, atau jika pebisnis menunda ekspansi produktifnya demi membeli instrumen Patriot Bond.
Baca juga: Perkuat Dunia Usaha, Danantara Bakal Terbitkan Patriot Bonds
Sama seperti Danantara, Patriot Bond pun perlu due diligence dan peta jalan yang jelas. Meski dijanjikan untuk membiayai proyek waste-to-energy, hasil dari penjualan instrumen ini belum tentu betul-betul digunakan sebagaimana mestinya.
“Pasalnya, pembangkit listrik tenaga sampah belum terbukti efektif dan biaya pemilahan sampah tidak kompetitif dibanding opsi teknologi EBT lain, seperti panel surya dan mikro-hidro,” tutur Tabita.
Dorongan untuk Transparansi
Baik pembahasan RUU Danantara maupun RUU Patriot Bond dinilai harus dilakukan secara hati-hati, terbuka, dan disertai akses publik terhadap naskah akademik maupun draf RUU.
“Pakar yang diajak memberikan input jangan 'cherry picking' atau hanya mengundang yang sejalan dengan kemauan pemerintah semata,” tegas Bhima. (*) Steven Widjaja









