Judul : Polisi Mengantar Ayam Hilang (Perspektif: Penegakan Hukum Tindak Pidana Pencucian Uang yang Memberi Harapan, Manfaat, dan Rasa Keadilan)
Penulis : Agung Setya
Penerbit : Rajawali Pers
Tahun Terbit : 2016
Jumlah Halaman : xvi + 162
Buku Polisi Mengantar Ayam Hilang (Perspektif: Penegakan Hukum Tindak Pidana Pencucian Uang yang Memberi Harapan, Manfaat, dan Rasa Keadilan) terdiri atas 15 sub-judul. Melalui buku ini, penulis, yang juga merupakan Wakil Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri, berupaya untuk membuka pemahaman banyak pihak mengenai hakikat pencucian uang sekaligus menjadi auto-kritik, menyentil, dan menasehati para penegak hukum.
Buku ini lahir atas keprihatinan dari fenomena perkembangan penegakan hukum penucian uang yang dirasakan keluar menjauh dari hakikat aspek implementasi penegakan hukum, sehingga tampaknya jauh asap dari panggangnya. Seperti anekdot yang muncul di masyarakat hilang ayam lapor polisi akan menjadi hilang kambing, dan seterusnya, yang merupakan umpatan masyarakat dan rasa tidak percayanya masyarakat kepada hukum yang digadang-gadang sebagai panglima dalam menyelesaikan setiap permasalahan.
“Stigma yang ada di masyarakat seperti itu. Saatnya untuk meluruskan, polisi mengantar ayam (yang) hilang,” kata Agung Setya, kepada Infobank, Senin, 7 Maret 2016, sehari sebelum peluncuran buku.
Di lain sisi, sebagai sebuah pemikiran, buku ini ditujukan bagi Kepolisian Negara Republik Indonesia untuk menjalankan amanah konstitusi, khususnya sebagai penegak hukum. Bahwa penegakan hukum oleh Polri saat ini perlu diarahkan untuk mencapai substansinya, yakni kepastian, keadilan, dan kemanfaatan hukum.
Ulasan :
Hukum telah menjadi bagian penting bagi demokrasi, namun masih menjadi hal yang abstrak bagi pencari keadilan. Kondisi ini menjadikan hukum sulit menjadi panglima. Menggali kesadaran para aparatur yang tidak hanya hafal isi hukum di dalam buku-buku yang tersusun rapi di rak buku, namun harus mampu menghidupkan hukum menjadi bagian penting membangun peradaban Indonesia.
Menegakkan hukum pencucian uang memerlukan kesungguhan dalam komitmen dan integritas penegak hukum. Membuang jauh kepentingan dan memfokuskan kemanfaatan hukum menjadi modal dasar. Penegak hukum yang masih silau dengan materi, aset, dan “barang bukti” mesti menyingkir dari proses penegakan hukum pencucian uang.
Betapa berat penegakan hukum yang masih memikul anekdot hilang ayam lapor polisi akan menjadi hilang kambing, perkara diajukan kepada jaksa akan hilang sapi dan setelah perkara diputuskan hakim akan hilang kandangnya. Penegak hukum sendiri yang berkewajiban membuang anekdot itu dengan tindakan nyata dalam penegakan hukum yang bermanfaat bagi masyarakat, memberi rasa keadilan tanpa membebani. Sesuatu yang harus diperjuangkan, dikerjakan, dan diwujudkan dengan apa yang disebut “Penegakan Hukum Tindak Pidana Pencucian Uang”.
Aset hasil kejahatan harus diburu sampai lubang semut, untuk dikembalikan kepada yang berhak, yakni korban kejahatan dan negara. Bukankah aset hasil kejahatan itu haram digunakan oleh yang bukan empunya dan negara harus dapat mengelola aset itu untuk kepentingan kemaslahatan yang luas.(*)