Nusa Dua – Presidensi G20 Indonesia di jalur keuangan (finance track) secara resmi telah dimulai pada hari ini (9/12) dengan diawali pertemuan Finance and Central Bank Deputies Meeting (FCBD) pertama yang berlangsung pada 9-10 Desember 2021. Presidensi G20 Indonesia ini akan fokus pada 3 bidang yaitu kesehatan yang inklusif, transformasi digital dan transisi energi yang diharapkan dapat mempercepat digitalisasi dan mengarahkan koordinasi kebijakan global terkait pembiayaan perubahan iklim.
Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati pmengatakan, Indonesia sebagai tuan tumah G20 tentu akan menjadi ajang bagi Indonesia menunjukkan perannya dalam memimpin forum global untuk mengatasi berbagai tantangan dan isu di tingkat dunia. Indonesia bertekad untuk mengatasi tantangan global yang masih akan muncul dan mencari solusi terbaik, memastikan bahwa semua negara dapat pulih bersama serta mendorong reformasi kebijakan yang mendukung pertumbuhan ekonomi yang lebih kuat, berkelanjutan, seimbang, dan inklusif pasca pandemi.
Oleh karena itu, Presidensi G20 Indonesia mengusung tema Recover Together, Recover Stronger”. Kemenkeu dan BI akan mendorong pembahasan enam agenda prioritas dalam jalur keuangan, yaitu (1) Koordinasi exit strategy untuk mendukung pemulihan global, (2) Upaya penanganan dampak pandemi (scaring effects) dalam perekonomian guna mendukung pertumbuhan yang lebih kuat di masa depan, (3) Penguatan sistem pembayaran di era digital, (4) Pengembangan pembiayaan berkelanjutan (sustainable finance), (5) Peningkatan sistem keuangan yang inklusif, dan (6) Agenda Perpajakan internasional.
Sementara itu, Gubernur BI, Perry Warjiyo, dalam kesempatan yang sama menyampaikan, pertemuan awal ini berperan penting dalam memastikan keberlanjutan kepemimpinan G20 dalam mendukung pemulihan ekonomi global baik dalam jangka pendek maupun panjang, sejalan dengan tema “recover together, recover stronger”.
Dalam menjaga keberlanjutan dan memperkuat kolaborasi global, pertemuan FCBD hari ini melibatkan kehadiran menteri keuangan troika yaitu Menteri Keuangan Italia, Daniele Franco, Menteri Keuangan Indonesia, Sri Mulyani Indrawati, dan Menteri Keuangan India, Nirmala Sitharaman, secara hybrid pada High Level Discussion yang membahas berbagai agenda prioritas dalam menghadapi tantangan perekonomian.
Selanjutnya, dibahas mengenai Recover Together: Policy Setting for Smooth Exit Strategy dan Recover Stronger: Addressing Scarring Effect to Secure Future Growth. Pembahasan tersebut menghadirkan panelis dari International Monetary Fund (IMF), Financial Stability Board (FSB), World Health Organization (WHO), World Bank, Bank for International Settlement (BIS), dan Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD).
“Agenda prioritas finance track dalam Presidensi G20 relevan dengan tugas BI antara lain kerja sama internasional dalam normalisasi kebijakan moneter, penerapan regulasi di sektor keuangan yang harus memperhatikan kesiapan sektor keuangan, dan digitalisasi sistem pembayaran, termasuk Central Bank Digital Currency (CBDC),” ujar Perry dalam press conference Presidensi G20 Indonesia 2022 yang digelar di Nusa Dua, Bali, 9 Desember 2021.
Dalam Presidensi G20 Indonesia akan melanjutkan beberapa legacy issues, diantaranya, (1) Mengintegrasikan risiko pandemi dan iklim dalam pemantauan risiko global; (2) Penguatan Global Financial Safety Net (GFSN); (3) Meningkatkan Arus Modal; (4) Melanjutkan Inisiatif Kesenjangan Data (Data Gap Initiatives); (5) Meningkatkan Reformasi Regulasi Sektor Keuangan; (6) Memperkuat pengelolaan dan transparansi utang; (7) Mempercepat agenda infrastruktur menuju pembangunan yang berkelanjutan dan inklusif; (8) Optimalisasi dukungan pembiayaan dari Bank pembangunan multilateral (MDBs); (9) Memperkuat kapasitas sistem kesehatan dalam pencegahan, kesiapsiagaan dan respons pandemi; dan (10) Melanjutkan dukungan untuk menarik investasi sektor swasta di negara-negara berpenghasilan rendah, seperti di kawasan Afrika.
Agenda prioritas dan legacy issue Presidensi G20 Indonesia diharapkan dapat menyeimbangkan agenda global dengan prioritas dan kepentingan domestik, serta menyelaraskan kepentingan berbagai pihak, baik negara maju maupun negara berkembang. (*)