Diah mengatakan, absennya payung hukum MBG dan panduan teknis juga minimnya sistem pengawasan telah memicu berbagai macam persoalan di lapangan.
Selain kasus keracunan akibat makanan tidak layak atau tidak higienis, menu MBG di banyak sekolah diwarnai produk pangan ultra-proses (ultra-processed food) dan susu berperisa tinggi gula.
“Masuknya pangan ultra-proses yang tinggi gula, garam, dan lemak dalam jangka panjang dapat memicu berat badan berlebih dan obesitas pada anak dan remaja. Efeknya justru kontraproduktif dengan tujuan awal MBG yaitu memperbaiki status gizi anak Indonesia,” ujar Diah.
Diah menambahkan, maraknya kasus keracunan serta masifnya produk pangan ultra-proses dalam menu MBG juga merupakan bentuk pelanggaran hak penerima manfaat program ini, khususnya anak usia sekolah.
Karenanya, CISDI mendesak pemerintah memenuhi hak penerima manfaat program MBG untuk memperoleh makan bergizi yang aman dan berkualitas.
Agar evaluasi berjalan efektif, pemerintah harus memoratorium program MBG terlebih dahulu. Klaim pemerintah bahwa program ini dapat disempurnakan sembari berjalan terbukti gagal karena kasus keracunan terus berulang dan bertambah.
Apabila pemerintah bersikukuh menjalankan MBG tanpa evaluasi total, dikhawatirkan kasus keracunan MBG akan terus terjadi dan mengancam kesehatan anak-anak. Sementara, upaya pemerintah untuk memulihkan hak anak yang menjadi korban keracunan masih belum jelas.
Paralel dengan moratorium MBG, CISDI juga mendorong pemerintah segera mengatasi persoalan transparansi dan akuntabilitas yang selama ini menghambat publik untuk terlibat mengawasi pelaksanaan program ini.
“Sembari menjalankan moratorium, pemerintah perlu segera membuka kanal pelaporan dan memproses segera aduan publik sebagai langkah awal dari upaya pemulihan hak korban atas kerugian yang ditimbulkan dari kasus keracunan dan makanan yang tidak layak,” kata Diah.
Menurut Diah, akuntabilitas program MBG saat ini patut dipertanyakan. Dengan klaim telah berlangsung di 38 provinsi dengan jumlah penerima manfaat MBG diklaim mencapai 22 juta. Akan tetapi, angka tersebut tidak dapat diverifikasi karena minimnya informasi yang dapat diakses publik.
Serapan anggaran MBG per September 2025 hanya sebesar Rp13,2 triliun. Angka ini setara 18,6 persen dari alokasi APBN untuk MBG sebesar Rp 71 triliun.









