Jakarta – Kajian Pusat Studi Energi Universitas Gadjah Mada (PSE UGM) menyimpulkan penguatan peran PT Pertamina (Persero) dan PT PGN Tbk lebih baik ketimbang pembentukan induk usaha (holding) kedua BUMN migas tersebut.
Peneliti PSE UGM Prof Tri Widodo mengatakan, pembentukan holding melalui proses merger atau akuisisi yang melibatkan PT Pertamina-PT Pertagas-PT PGN dengan berbagai skema tidak menciptakan perusahaan migas yang berdaya saing tinggi.
“Potensi munculnya sinergi akibat holding akan lebih kecil dibandingkan dengan munculnya berbagai biaya dan kompleksitas masalah baru,” kata Tri Widodo saat dihubungi wartawan, Jumat, 29 Juli 2016.
Menurut dia, pemerintah sebaiknya fokus membesarkan Pertamina dan PGN masing-masing sebagai perusahaan kelas dunia ketimbang menggabungkan keduanya.
Pendirian holding BUMN migas, lanjutnya, akan baik sepanjang tidak berlawanan dengan konstitusi, menjamin pengelolaan atas cabang penting yang mencakup hajat hidup orang banyak, dan merupakan upaya yang signifikan dalam menjamin ketahanan energi nasional.
Tri menuturkan, sebelum holding diimplementasikan, sebaiknya pemerintah menyusun road map tata kelola migas terlebih dahulu dan kemudian bagaimana meletakkan BUMN di dalam implementasi road map tersebut, apakah memang holding diperlukan atau hanya tata kelola dan peran pemerintah yang perlu ditingkakan.
Selain itu penataan kelembagaan tentang peran dan fungsi kementerian dalam tata kelola migas juga haruslah diperjelas, terutama meletakkan fungsi Kementerian ESDM dan Kementerian BUMN serta posisi BUMN sektor migas.
Opini dan analisis ini dibuat berdasarkan hasil kajian dan telaahan yang bersifat independen dan dengan rasa tanggung jawab berdasarkan keyakinan akademik untuk kepentingan tata kelola migas nasional yang lebih baik.
“Mudah-mudahan masukan yang bersifat independen ini bisa menjadi pertimbangan pemerintah untuk memutuskannya secara tepat demi kepentingan nasional jangka panjang,” tutupnya. (*) Dwitya Putra