Jakarta – Tren kendaraan listrik (electric vehincle/EV) menjanjikan potensi besar bagi industri keuangan. Perbankan dan industri multifinance bisa masuk ke ekosistem kendaraan listrik untuk menyalurkan pembiayaan atau kredit. Namun, masih banyak tantangan yang harus diatasi agar segmen pembiayaan ini tumbuh solid.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae mengatakan, total portofolio kredit atau pembiayaan kendaraan bermotor listrik berbasis baterai (KBLBB) per Juni 2022 mencapai Rp607,5 miliar. Angka itu meningkat 6,24% year to date (ytd) ketimbang Rp571,8 miliar di akhir Desember 2021. Sejumlah bank sudah memiliki program khusus untuk pembiayaan segmen kendaraan listrik. Tapi belum banyak bank yang menyalurkan kredit secara langsung ke segmen kendaraan listrik.
“Masih ada sejumlah kendala, baik dari sisi suplai maupun demand. Di sisi suplai, bank merasa perlu meningkatkan kualitas SDM assessor-nya. Sebagian bank belum memiliki regulasi internal untuk mendukung kredit kendaraan listrik. Dari sisi demand, bank menyampaikan bahwa debitur yang membutuhkan pembiayaan dari sektor hulu dan hilir masih terbatas,” papar Dian dalam webinar “Peluang dan Tantangan Industri Keuangan Dalam Mendukung Pembiayaan KBLBB” yang digelar OJK Institute, Kamis, 17 November 2022.
Dian menambahkan, pihak perbankan juga belum mendapat mitra yang tepat untuk penyaluran pembiayaan ke segmen ini. Di lain sisi, informasi seputar EV di masyarakat sebagai konsumen akhir juga masih terbatas. Maka itu diperlukan kerjasama semua pihak untuk memajukan ekosistem kendaraan listrik. Harga kendaraan listrik yang masih mahal juga menjadi tantangan.
Sementara Yohanes Suhardi, Direktur Bisnis UKM sekaligus Direktur Bisnis Wholasales KB Bukopin mengatakan, penjualan EV dari tahun ke tahun terus naik. Tapi memang harganya diakui masih sangat mahal. Masyarakat mengharap harga mobil listrik di kisaran Rp300 jutaan, namun sekarang harganya masih di rentang Rp700 juta-Rp800 juta.
Penjualan mobil listrik di Indonesia sendiri diprediksi mencapai 16 ribu pada 2025, dan meningkat menjadi 65 ribu pada 2030. Secara industri ini sangat menjanjikan. OJK dan pemerintah pun sangat mendukung. Tapi pelaku industri masih mengharap adanya insentif-insentif tambahan agar segmen ini bisa lebih terakselerasi. Perbankan bisa masuk ke pembiayaan ekosistem ini dari hulu ke hilir, dari pertambangan nikel hingga pembiayaan konsumen retail.
“Ekosistem sudah terbentuk meski belum sempurna. Dari sisi perbankan, bisa masuk mulai dari sektor pertambangan nikel yang menjadi bahan baku baterai. Tapi tentu ada risikonya juga, terutama apakah bank tersebut mengerti sektor mining, analisis risikonya seperti apa. Tapi tentu kita bisa memberikan kredit investasi atau modal kerja,” ujarnya.
Adapun Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) Suwandi Wiratno mengungkapkan, kendaraan listrik akan menjadi tren baru. Sebagai pelaku industri jasa keuangan, industri multifinance tentu siap melayani pembiayaan ke segmen kendaraan listrik.Potensi pertumbuhannya sangat promising, terutama bagi kami pelaku industri perusahaan pembiayaan. Namun, harga jual yang sangat mahal menjadi tantangan. Selain itu persoalan garansi, aftersales, termasuk untuk komponen baterai juga masih menjadi isu.
“Harga jual kendaraan EV bekas juga belum diketahui nilai jualnya. Pasarnya belum terbentuk. Masyarakat kita sendiri kan sebelum membeli biasanya sudah memikirkan resale value-nya seperti apa,” pungkas Swuandi. (*) Ari Astriawan