OJK: Belum Ada BPR yang Mengajukan IPO di Bursa

OJK: Belum Ada BPR yang Mengajukan IPO di Bursa

Jakarta – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mendorong pelaku Bank Perekonomian Rakyat (BPR) untuk melaksanakan initial public offering (IPO) di Bursa Efek Indonesia (BEI).

Diketahui, BPR dibolehkan untuk masuk ke bursa, sejak diberlakukannya Undang-undang No. 4 Tahun 2023 adalah tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK). Namun hingga saat ini, OJK belum menerima pendaftaran dari pelaku industri.

“Kami sangat terbuka untuk BPR/S untuk IPO. Namun, sampai saat ini, belum ada pernyataan pendaftaran untuk BPR/S untuk IPO,” ujar Inarno Djajadi, Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon OJK, dalam Konferensi Pers Rapat Dewan Komisioner Bulanan (RDKB) OJK, Jumat, 9 Mei 2025.

Inarno melanjutkan, POJK No. 7 Tahun 2024 tentang BPR/S, menjadi acuan bagi pelaku industri yang ingin masuk ke pasar modal. Hal tersebut tertuang pada pasal 35 di POJK tersebut.

Baca juga: Sejumlah BPD Mulai Akuisisi BPR Milik Pemda, OJK Beri Lampu Hijau

Lebih lanjut, Inarno mengungkapkan BPR yang hendak IPO akan memperoleh akses modal tambahan untuk operasional.

“Sehingga, BPR/S dapat menghimpun dana publik untuk ekspansi usaha dan memperkuat struktur permodalan,” jelasnya.

BPR dengan modal inti minimum (MIM) Rp80 miliar dan punya penilaian tata kelola, profil risiko, dan tingkat kesehatan dengan predikat paling rendah peringkat 2, sudah bisa IPO.

Selain itu, ada beberapa peraturan yang wajib dipatuhi oleh BPR yang ingin masuk ke pasar modal dalam negeri.

Syarat BPR IPO

Yang pertama, BPR/S wajib menyerahkan pernyataan pendaftaran umum. Selanjutnya, BPR diminta untuk melengkapi jajaran komisaris dan direksi, serta mempunyai komite nominasi, remunerasi perusahaan, dan sekretaris perusahaan. Terakhir, pelaku BPR juga diminta melakukan transparansi kegiatan mereka ke publik.

Baca juga: OJK Catat Kepemilikan SBN Sektor Perbankan Tembus Rp1.112,88 Triliun di Maret 2025

Sebagai informasi, kinerja BPR per Februari 2025 masih tumbuh dengan baik. Fungsi intermediasi kredit dan dana pihak ketiga (DPK) masing-masing naik 6,19 persen dan 4,28 persen menjadi Rp150,99 triliun dan Rp143,87 triliun.

Aset juga mengalami pertumbuhan sebesar 5,03 persen dari Rp193,93 triliun menjadi Rp203,69 triliun. Adapun rasio kredit macet masih jadi tantangan, karena berada di angka 11,84 persen. (*) Mohammad Adrianto Sukarso

Related Posts

Top News

News Update