Jakarta – Para anggota Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) akan menggelar musyawarah nasional (Munas) pada Oktober 2023, untuk melakukan pemilihan ketua umum AFPI yang baru, seiring dengan akan berakhirnya masa jabatan ketua umum AFPI periode 2020-2023.
Menyikapi hal tersebut, Kepala Departemen Pengawasan Lembaga Keuangan Mikro dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Edi Setijawan menjelaskan, bahwa kriteria ideal ketua umum AFPI selanjutnya adalah individu yang dapat menjadi partner OJK yang terpercaya dan mampu mengelola big data industri yang ada dengan baik.
Selain itu, kata Edi, sosok tersebut juga harus cakap dan mampu melakukan penguatan tata kelola industri dan juga pengenalan atau edukasi kepada masyarakat mengenai manfaat fintech lending untuk tujuan produktif, sehingga AFPI dapat memberikan manfaat kepada para anggotanya.
Baca juga: OJK Akan Bentuk Pusat Data Fintech Lending, Pinjol Nakal Siap-Siap Kena Sentil
“Kemampuan itu diperlukan, agar pelaku usaha mampu menghadapi tantangan industri fintech lending ke depannya. Karena, tantangan ke depan bukan hanya soal bagaimana menyalurkan pembiayaan tetapi juga mengupayakan masyarakat agar bisa menggunakan pembiayaan untuk hal yang produktif,” ucap Edi dalam keterangan resmi dikutip, 8 September 2023.
Kemudian, Edi menambahkan bahwa, strategi-strategi tersebut dapat dilakukan melalui penguatan dan pemberdayaan, serta bekerja sama ataupun berkolaborasi dengan instansi dan kementerian terkait.
“Salah satu target yang paling dekat dengan pembiayaan, yakni UMKM yang saat ini masih underserved dan para startup digital menjadi salah satu industri yang perlu pengenalan pembiayaan produktif dari fintech lending,” imbuhnya.
Adapun, Edi menyebut tantangan lain yang juga harus dihadapi adalah terkait dengan literasi ataupun edukasi keuangan, di mana mayoritas nasabah fintech P2P lending memiliki rentang usia 25-30 tahun.
“Ini usia-usia yang finansial powernya masih belum mapan namun memiliki semangat yang besar dan harus pandai dalam mengedukasi mereka. Terakhir kita harus punya roadmap agar kita tahu apa yang akan kita lakukan pada 5 tahun kedepan,” ujar Edi.
Sementara itu, Angela Oetama selaku calon ketua umum AFPI yang juga merupakan Co-Founder dan CEO Gradana, perusahaan fintech lending mengatakan, yang menjadi salah satu tantangan utama dalam industri fintech lending saat ini adalah mempertahankan portofolio kredit yang berkualitas termasuk tingkat NPL yang sehat.
Hal itu merupakan tantangan yang besar terutama di situasi perekonomian global yang menantang bahkan cenderung sulit saat ini. Selain itu, industri fintech lending juga harus mampu menjaga kepercayaan konsumen sebagai fundamental bisnis dengan cara menjaga integritas industri dalam menjalankan kegiatan usaha.
“Sangat penting untuk Ketua Umum AFPI periode selanjutnya untuk konsisten menjaga kepercayaan yang telah diberikan OJK kepada AFPI sebagai mitra OJK dalam mendukung pengawasan market conduct dengan mengedepankan komitmen anggota AFPI terhadap kepatuhan hukum, penerapan nyata GCG maupun GRC dan tentu yang terpenting perlindungan konsumen. Integritas industri juga harus dijaga, tanpa integritas kami tidak layak dipercaya oleh OJK, apalagi menjadi mitra OJK,” ungkap Angela.
Sementara itu, terkait dengan pencalonan dirinya sebagai ketua umum AFPI, ia menuturkan tiga program strategis jangka pendek yang sudah dicanangkan olehnya. Pertama yakni memastikan seluruh program, prioritas dan inisiatif AFPI sejalan dengan roadmap, program kerja hingga target capaian kompartemen OJK yang mengawasi fintech lending.
“Sebagai mitra OJK, perlu ada upaya serius untuk harmonisasi program kerja AFPI dengan roadmap, target, program dan kebijakan OJK dalam pimpinan pak Agusman. Selain itu AFPI perlu proaktif, koperatif dan inisiatif menjalin kolaborasi yang lebih intens dengan kompartemen lain di OJK seperti EPK, Perbankan, ITSK hingga Internal Audit,” katanya.
Baca juga: Fintech P2P Lending Diproyeksikan Terus Tumbuh di Tahun Politik
Kedua, menginisasi sinergi kelembagaan dengan institusi pemerintah misalnya dengan Kementerian Keuangan untuk edukasi soal pajak, atau dengan PPATK untuk peningkatan kapabilitas preventif industri terhadap kejahatan pencucian uang.
“Termasuk bekerjasama dengan asosiasi sejenis AFPI di negara lain, untuk saling bertukar ilmu dan kolaborasi riset bersama guna memahami perkembangan best practices sektor usaha ini di negara lain dalam konteks credit scoring, artificial intelligence, governance, perlindungan konsumen hingga penyelesaian sengketa,” tambahnya.
Ketiga, membangun kerjasama ekosistem yang lebih kuat dan nyata dengan sesama saudara di industri jasa keuangan yang telah jauh lebih dahulu eksis dan mature, seperti para bank dan perusahaan pembiayaan serta lain sebagainya. (*)
Editor: Galih Pratama