NPL Naik, 4 Sektor Ini Patut Diwaspadai

NPL Naik, 4 Sektor Ini Patut Diwaspadai

Jakarta – Meningkatnya risiko kredit berimbas kepada naiknya rasio kredit bermasalah di perbankan. Terlebih, hingga Maret 2016, pertumbuhan kredit perbankan hanya naik tipis sebesar 8,71% secara year on year.

Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), secara nominal, nilai kredit bermasalah di perbankan mengalami kenaikan yang signifikat, sebesar 27,91%. Nilainya naik dari Rp88,40 triliun pada Maret 2016 menjadi Rp113,08 triliun. Kendati demikian, rasio Non Performing Loans (NPL) masih terjaga di level 2,83%.

Jika dilihat sejak 2014, rasio NPL perbankan trennya mengalami kenaikan. Hingga akhir 2014 angka NPL tercatat 2,16%. Kemudian pada akhir 2015 NPL naik menjadi 2,49%. Dan pada Maret 2016 angka NPL tercatat sebesar 2,83%.

Berdasarkan data OJK, ada empat sektor yang rasio NPL-nya nyaris menyentuh angka 5%, yang menjadi batas maksimum NPL yang ditentukan regulator. Keempat sektor tersebut adalah sektor konstruksi (4,61%), sektor transportasi (4,39%), sektor perdagangan (4,24%), dan sektor pertambangan (4,23%).

Belum pulihnya sektor komoditas memberikan multiplier effect terhadap sektor-sektor lainnya, seperti sektor perdagangan dan transportasi. Anjloknya harga komoditas ini berdampak pada menurunnya daya beli masyarakat dan  terhambatnya pembayaran kredit. Faktor-faktor ini yang memicu kenaikan kredit bermasalah perbankan.

Selanjutnya, ada empat sektor yang secara nominal NPL-nya mengalami kenaikan yang signifikan, yakni sektor penyediaan akomodasi makan minum (99,24%), sektor pengolahan (61,86%), sektor energy (40,12%) dan sektor perdagangan (31,69%).

Kelompok bank Buku 2 mencatatkan NPL tertinggi yakni sebesar 3, 43%. Sementara kelompok Buku 1 mencatatkan NPL terendah yakni 2,05%. Namun jika dilihat dari pertumbuhan secara nominal, kontributor pertumbuhan NPL tertinggi dicatatkan oleh bank kelompok buku 4 dengan pertumbuhan mencapai 44,65%. Secara nominal, kelompok buku 1 dan 2 NPL-nya justru mengalami penurunan, masing masing sebesar 4,09% dan 2,19%.

Namun demikian, OJK menilai bahwa tingkat kredit bermasalah di perbankan ini belum sampai pada tahap yang mengkhawatirkan. Kendati begitu, OJK mengaku bahwa kondisi ini tetap harus diwaspadai.

Saat ini pemerintah terus melakukan sejumlah strategi untuk mendorong kredit, terutama ke sektor-sektor yang dinilai prospektif. OJK mengatakan akan mendorong perbankan untuk fokus meningkatkan kredit kepada pelaku usaha 11 komoditas pangan srategis. Ide itu digagas melalui Program AKSI Pangan OJK, yang diluncurkan hari ini, di Malang, Jawa Timur.

Wakil Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Rachmat Waluyanto menyebutkan, saat ini nilai kredit pangan mencapai Rp573 triliun. Jumlah ini mencapai 14,3% dari total kredit perbankan. “Ini penting, karena sektor pangan, selain menjadi penyumbang gejolak inflasi, juga merupakan sektor yang paling banyak menyerap tenaga kerja” imbuh dia. (*)

 

 

Related Posts

News Update

Top News