Lonjakan Kasus Kejahatan Siber
Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah kejahatan siber pada 2023 mencapai 584.991 kasus. Adapun kasus penipuan, berdasarkan data Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), meningkat dari 7.899 laporan pada 2018 menjadi 37.228 laporan pada pertengahan 2023.
Sementara, untuk serangan phishing, Indonesia Anti-Phishing Data Exchange (IDADX) menerima 26.675 laporan pada kuartal I 2023, meningkat dari 6.106 laporan pada kuartal IV 2022.
Baca juga: Belum Punya UU Siber, Indonesia Rawan Ancaman Kejahatan Digital
Faktor Penyebab Maraknya Kejahatan Siber
Lebih lanjut, Yeka memaparkan bahwa ada beberapa faktor yang menyebabkan kejahatan perbankan berbasis teknologi terus berkembang secara signifikan, antara lain:
- Teknologi sebagai Sarana dan Objek/Subjek Kejahatan: Teknologi dapat berperan sebagai alat, target, bahkan pelaku kejahatan.
- Identitas Pelaku yang Mudah Disamarkan: Teknologi informasi memungkinkan identitas pelaku disembunyikan dengan mudah.
- Korban Enggan Melapor: Banyak korban kejahatan berbasis teknologi enggan melaporkan kejahatan yang dialaminya, dengan alasan tidak mengetahui kalau dirinya menjadi korban, ketidak kepercayaan terhadap aparatur penegak hukum atau takut terkena dampak yang lebih parah lagi.
"Kerugian yang ditimbulkan tidak selalu bersifat materiel, namun juga bersifat imateriel seperti waktu, jasa pelayanan, privasi, keamanan, dan lainnya," cetus Yeka.
Baca juga: Berkaca Dari Kejatuhan Bank Besar di AS, Begini Cara Amankan Investasi
Dampak Pinjol Ilegal Makin Serius
Di samping itu, terkait pinjol, data Jangkara Data Lab mencatat 83 kasus bunuh diri akibat pinjol selama periode 2018-2023, dengan 23 orang selamat dan sisanya sebanyak 60 orang meninggal.
Sedangkan selama triwulan I 2025 saja, data menunjukkan, sudah ada sebanyak 1.081 orang menjadi korban pinjol ilegal, terdiri dari 657 perempuan (61 persen) dan 424 laki-laki (39 persen).
Baca juga: Waspada! Ini Bentuk Penipuan yang Sering Jebak Perempuan









