Jakarta – Bank Indonesia (BI) mencatat kinerja Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada triwulan IV 2024 mencatat surplus sebesar USD7,9 miliar. Ini meningkat dibandingkan dengan surplus triwulan sebelumnya sebesar USD5,9 miliar.
“Kenaikan surplus NPI tersebut ditopang oleh surplus transaksi modal dan finansial yang meningkat serta defisit transaksi berjalan yang lebih rendah,” kata Ramdan Denny Prakoso, Kepala Departemen Komunikasi BI dalam keterangan resmi, Kamis, 20 Februari 2025.
Selanjutnya, pada triwulan IV 2024, transaksi berjalan mencatat defisit sebesar USD1,1 miliar atau setara 0,3 persen dari PDB, lebih rendah dibandingkan dengan defisit sebesar USD2,0 miliar atau 0,6 persen dari PDB pada triwulan III 2024.
Baca juga: BI Siapkan Uang Tunai Rp180,9 Triliun untuk Kebutuhan Lebaran 2025
“Perbaikan kinerja transaksi berjalan terutama bersumber dari peningkatan surplus neraca perdagangan barang, didukung oleh pertumbuhan ekspor nonmigas seiring dengan kenaikan harga beberapa komoditas utama ekspor Indonesia,” ujarnya.
Di sisi lain, impor barang tetap tumbuh sejalan dengan kebutuhan masyarakat yang meningkat pada periode Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN) Natal dan Tahun Baru.
Aktivitas impor barang tersebut meningkatkan impor jasa freight, sehingga turut mendorong peningkatan defisit neraca jasa.
Selain itu, defisit neraca pendapatan primer juga tercatat lebih tinggi karena kenaikan pembayaran imbal hasil atas investasi langsung dan investasi portofolio sejalan dengan aktivitas ekonomi domestik yang terjaga.
Kemudian, surplus transaksi modal dan finansial meningkat. Transaksi modal dan finansial mencatat kenaikan surplus dari USD7,5 miliar pada triwulan III 2024 menjadi USD8,5 miliar pada triwulan IV 2024.
“Kinerja positif ini ditopang oleh investasi langsung yang tetap membukukan surplus seiring optimisme investor terhadap prospek perekonomian dan iklim investasi domestik yang tetap kondusif,” imbuhnya.
Transaksi investasi lainnya juga mencatatkan surplus didorong penarikan pinjaman luar negeri pemerintah dan swasta. Sementara investasi portofolio mencatat aliran modal keluar seiring ketidakpastian pasar keuangan global yang masih tinggi.
Secara keseluruhan tahun 2024, perkembangan NPI menunjukkan ketahanan sektor eksternal yang tetap kuat, di tengah ketidakpastian pasar keuangan global yang masih berlanjut. NPI keseluruhan 2024 mencatat surplus sebesar USD7,2 miliar, meningkat dari tahun sebelumnya yang mencatat surplus sebesar USD6,3 miliar.
Kenaikan surplus tersebut terutama didorong oleh kinerja transaksi modal dan finansial yang lebih baik. Transaksi modal dan finansial tahun 2024 mencatat surplus sebesar USD16,4 miliar, meningkat dibandingkan dengan surplus sebesar USD9,9 miliar pada tahun 2023.
“Ditopang oleh aliran masuk modal asing pada investasi langsung dan investasi portofolio, di tengah berlanjutnya ketidakpastian pasar keuangan global,” pungkasnya.
Sementara itu, transaksi berjalan 2024 mencatat defisit sebesar USD8,9 miliar atau 0,6 persen dari PDB, setelah mencatat defisit sebesar USD2,0 miliar atau 0,1 persen dari PDB pada 2023.
Perkembangan ini dipengaruhi oleh penurunan surplus neraca perdagangan barang seiring dengan permintaan negara mitra dagang utama yang melemah di tengah permintaan domestik yang tetap kuat.
Baca juga: BI Borong SBN Rp32,46 Triliun per 17 Februari 2025
Posisi cadangan devisa pada akhir Desember 2024 naik mencapai USD155,7 miliar dari USD146,4 miliar pada akhir Desember 2023. Posisi cadangan devisa tersebut setara dengan pembiayaan 6,5 bulan impor dan utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor.
Ke depan, BI senantiasa mencermati dinamika perekonomian global yang dapat memengaruhi prospek NPI dan terus memperkuat respons bauran kebijakan yang didukung sinergi kebijakan yang erat dengan Pemerintah dan otoritas terkait, guna memperkuat ketahanan sektor eksternal.
Adapun, NPI 2025 diprakirakan tetap sehat ditopang oleh surplus transaksi modal dan finansial yang berlanjut dan defisit transaksi berjalan yang terjaga dalam kisaran defisit 0,5 persen sampai dengan 1,3 persen dari PDB. (*)
Editor: Galih Pratama