Indonesia menjadi potensi pasar yang menggiurkan dengan melonjaknya jumlah kelas menengah. Pada 2020, jumlah masyarakat yang berpotensi ada di puncak piramida kekayaan diprediksi mencapai 151 ribu. Ria Martati
Jakarta–Laporan Global Wealth Research Institute yang dirilis Credit Suisse hari ini melaporkan hanya 4,4% populasi dewasa Indonesia yang tergolong ke dalam kriteria kelas menengah, namun, kekayaan kelas menengahnya telah bertumbuh sebesar 249% sejak 2000 menjadi USD351 milyar, yang mencerminkan 24% kekayaan seluruh Indonesia. Di puncak piramida kekayaan, jumlah miliuner US$ di Indonesia diproyeksikan akan naik 54% dalam lima tahun mendatang sehingga mencapai 151.000 orang pada 2020 dibandingkan dengan 98.000 jiwa saat ini.
Laporan tersebut juga menyebutkan, di Indonesia kini terdapat 987 individu UHNW (ultra high net worth/ berkekayaan bersih ultra tinggi), dengan
kekayaan bersih lebih daripada US$50 juta, 8,9%, lebih tinggi daripada 2014.
John Woods, Chief Investment Officer Asia Pacific, Private Banking and Wealth Management menambahkan, di seluruh dunia, jumlah, kesehatan, dan sumber daya kelas menengah dipandang sebagai faktor-faktor kunci dalam penentuan kecepatan dan keberlanjutan pembangunan ekonomi. Kelas menengah sering kali berada di jantung tren konsumsi baru, dan merupakan sumber utama permintaan dan pembiayaan bagi para wirausahawan dan bisnis mereka.
“Global Wealth Report 2015 mengamati kondisi-kondisi kelas menengah global yang berubah sejak 2000, dan melakukan terobosan dengan mendefinisikan kelas menengah dari segi wealth band , bukan kisaran pendapatan,” kata Woods dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Senin 7 Desember 2015.
Perubahan kekayaan sejak tahun 2014-201 Global Wealth Report 2015 menunjukkan bahwa sejak pertengahan tahun 2014 sampai pertengahan tahun 2015, kekayaan global total dalam nilai dollar masa kini merosot 4,7% atau USD12,4 triliun menjadi USD250 triliun. Kenaikan USD relatif terhadap mata uang-mata uang utama lainnya telah menekan tren kekayaan yang mendasarinya. Bila dinila dengan nilai tukar konstan, kekayaan global total justru meningkat 5,1% atau USD13 triliun.
Sekitar 67% kekayaan rumah tangga berada di wilayah Amerika Utara dan Eropa, dengan Amerika Utara masih sebagai wilayah terkaya di dunia, memimpin ekspansi kekayaan global dengan peningkatan 4,4%. Kekayaan di semua wilayah lain menurun. Amerika Latin dan Eropa mengalami kemerosotan paling drastis, secara berturut-turut sebesar 17,1% dan 12,4%, dengan agregat kerugian masing-masing mencapai US$1,5 triliun dan US$10,7 triliun. Asia Pasifik* (termasuk Tiongkok dan India) mengalami penurunan 5.1% atau US$3,9 triliun.
Bila mata uang dinyatakan dalam nilai tukar konstan (rata-rata) dan bukan nilai tukar pada pertengahan 2014 dan pertengahan 2015, wilayah-wilayah yang disebutkan di atas justru mengalami peningkatan kekayaan antara 3,4% dan 7,3%. Faktor gejolak nilai tukar mata uang sangat terlihat jelas di Indonesia. Depresiasi rupiah 32% terhadap US$ sejak 2011 telah menyebabkan kekayaan per orang dewasa merosot dalam nilai mata uang US$. Akan tetapi, kekayaan per orang dewasa telah berlipat lebih daripada tiga kali dalam nilai US$ sejak 2000 dan telah meningkat lima kali lipat dalam mata uang rupiah.
Melonjaknya nilai kekayaan masyarakat level menengah di Indonesia membuat Indonesia menyimpang potensi pasar konsumer yang begitu besar. Tak heran, jika Indonesia menjadi bidikan sejumlah investor, baik di perbankan maupun industri lainnya. Sumber Infobank menyebut, sejumlah bank asing tengah bersiap melakukan ekspansi besar-besaran di Indonesia. Menjelang Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) menjadi satu moment bagi pemain lokal untuk bersiap menghadapi serbuan pemain asing yang gencar membidik potensi pasar di Indonesia.
Kesepakatan bersama yang tertuang dalam MEA tentu tak bisa dihindari. Namun, keberpihakan pemerintah kepada para pemain lokal mungkin bisa menjadi bekal bagi pemain didalam negeri dalam rangka meningkatkan daya saingnya. Sehingga, potensi pasar yang besar ini tak hanya bisa dinikmati oleh asing.