Oleh : Amin Mas’udi
Jakarta – Usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) makin menjadi perhatian pemerintah. Beberapa program dan kebijakan pemerintah kian diarahkan untuk mendorong dan memberdayakan pelaku UMKM agar lebih produktif dan terus berkembang. Hal itu diharapkan akan membawa multiplier effect pada perekonomian nasional.
Program pemerintah terkait dengan pemberdayaan UMKM yang sudah dicanangkan antara lain program “UMKM Go Online” pada 2019. Program ini menyelaraskan kebutuhan pelaku UMKM di tengah perkembangan digital yang memberi peluang tak terbatas bagi mereka untuk meningkatkan kapasitas bisnis dengan memanfaatkan teknologi.
Sampai dengan akhir 2018, pemerintah menargetkan setidaknya 2 juta pelaku UMKM sudah “Go Online”. Ini langkah awal untuk mencapai target 8 juta pelaku UMKM “Go Online” pada 2019. Dengan “Go Online”, diharapkan pelaku UMKM bisa menjadi tuan rumah di negerinya sendiri. Sebab, memasuki pasar bebas ASEAN yang borderless, kompetisi dengan pelaku UMKM dari negara tetangga kian ketat.
Sementara itu, setidaknya ada dua kebijakan pemerintah yang secara gamblang mendorong pelaku UMKM untuk makin berkembang. Satu, kebijakan menurunkan pajak final bagi pelaku UMKM menjadi 0,25% dari omzet per tahun. Kebijakan yang akan mulai diberlakukan pada 2018 ini merevisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 46 Tahun 2013 tentang Pajak Penghasilan yang mewajibkan pelaku UMKM mengeluarkan pajak final sebesar 1% dari omzet per tahun.
Dua, kebijakan bunga Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang diturunkan dari 9% menjadi 7%. Kebijakan ini akan meringankan biaya dana yang harus ditanggung pelaku UMKM dalam menjalankan usahanya. Sehingga, cita-cita pemerintah untuk menaikkan kelas pelaku UMKM, khususnya pelaku usaha mikro, akan makin cepat terealisasi.
Apalagi, dengan target KUR sebesar Rp120 triliun per tahun, banyak pelaku UMKM yang bisa mengembangkan usahanya dengan dukungan permodalan. Secara spesifik, pemerintah mendorong perbankan agar penyaluran KUR pada 2018 bergeser ke sektor produktif sehingga lebih bermanfaat bagi perekonomian. Selama ini penyaluran KUR masih didominasi sektor perdagangan.
Misalnya, pada 2015 penyaluran KUR ke sektor produktif hanya sebesar 17%. Bandingkan dengan penyaluran KUR ke sektor perdagangan yang mencapai 83%. Pada 2016 porsi penyaluran KUR ke sektor produktif mulai meningkat menjadi 22%, sementara sektor perdagangan masih mendominasi dengan porsi 78%.
Pemerintah berharap, pada 2018 penyaluran KUR ke sektor produktif meningkat menjadi 40% dari total Rp120 triliun. Harapan ini harus kita dukung bersama. Sebab, dengan kian besarnya porsi KUR untuk sektor produktif, pada gilirannya akan mendorong perekonomian nasional.
Sektor-sektor produktif yang bisa didorong untuk lebih berperan dalam program KUR ini antara lain sektor pertanian dan perikanan. Selain mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah banyak, sektor ini memiliki potensi besar. Jika sektor pertanian dan perikanan berkembang, ekonomi kerakyatan yang selama ini didengung-dengungkan itu bisa dipercepat pencapaiannya.(*)
Penulis adalah Wakil Sekretaris Jenderal Asosiasi Perusahaan Penjaminan Indonesia.