Mantap! APBN Surplus Rp103,1 Triliun per April 2022

Mantap! APBN Surplus Rp103,1 Triliun per April 2022

Jakarta – Menteri Keuangan Sri Mulyani melaporkan bahwa postur realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) kembali mencatatkan surplus sebesar Rp103,1 triliun per April 2022. Angka ini naik cukup tajam jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya yang sebesar Rp10,3 triliun.

Jika dibandingkan secara tahunan, APBN kali ini juga sudah berbalik menjadi surplus. Padahal di April 2021, kantong negara sempat mengalami defisit sebesar Rp138,2 triliun.

“Total balance APBN surplus Rp103,1 Triliun. Bandingkan dengan tahun lalu yang defisit Rp138,2 triliun. Ini baliknya cepat sekali,” ungkap Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN KITA, Senin, 23 Mei 2022.

Bendahara negara menerangkan, salah satu alasan naiknya surplus APBN adalah realisasi penerimaan lebih tinggi dari belanja pemerintah. Secara keseluruhan, pendapatan negara mencapai Rp853,9 triliun hingga akhir April 2022, naik 45,9% year-on-year (yoy).

Adapun secara lebih rinci, penerimaan negara yang berasal dari pajak mencapai sebesar Rp567,7 triliun atau naik 49,1%. Penerimaan negara bukan pajak (PNBP) juga tercatat naik 35% atau menjadi senilai Rp177,4 triliun.

Belanja negara mencapai sebesar Rp750,5 triliun pada akhir April 2022. Angka tersebut naik tipis 3,8% jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp723 triliun.

Lebih jauh, pendapatan negara diperkirakan naik Rp420,1 triliun dari Rp1.846,1 triliun menjadi Rp2.266,2 triliun sampai akhir 2022. Lalu, pemerintah menargetkan belanja negara naik Rp392,3 triliun dari Rp2.714,2 triliun menjadi Rp3.106,4 triliun.

Meski surplus, Sri Mulyani juga mengingatkan untuk tetap waspada akan beberapa risiko kondisi perekonomian global. Menurutnya, APBN harus menjadi shock absorbent yang mampu melindungi masyarakat di masa-masa sulit.

“Kesimpulannya, tantangan ekonomi bergeser dan makin sulit yang tadinya pandemi, sekarang menjadi kenaikan harga. Ini adalah risiko yang harus diwaspadai inflasi tinggi, suku bunga tinggi, likuiditas ketat, dan pertumbuhan ekonomi global yang melambat,” ujar Sri Mulyani. (*)

Editor: Rezkiana Nisaputra

Related Posts

News Update

Top News