Jakarta – Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengungkapkan, potensi bursa karbon (IDXCarbon) di Tanah Air bisa mencapai Rp3.000 triliun. Nilai tersebut hampir mendekati total APBN RI 2023 senilai Rp 3.061 triliun dan APBN 2024 mencapai Rp3.325,1 triliun.
“Di catatan saya, ada kurang lebih 13 ton CO2 potensi kredit karbon yang bisa ditangkap. Dan jika dikalkulasi potensi bursa karbon kita mencapai Rp3.000 triliun bahkan bisa lebih,” kata Jokowi dalam peluncuran Bursa Karbon Indonesia di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Selasa (26/9/2023).
Jokowi mengatakan, hal tersebut merupakan sebuah angka yang sangat besar dan menjadi kesempatan ekonomi baru berkelanjutan dan ramah lingkungan yang sejalan dengan arah dunia menuju ekonomi hijau.
Baca juga: Bursa Karbon Resmi Diluncurkan, Volume Transaksi Tembus 459.495 Ton
“Karena memang ancaman perubahan iklim sudah kita rasakan dan kita tidak boleh main-main seperti kenaikan suhu bumi, kekeringan, banjir, polusi sehingga dibutuhkan sebuah langkah konkret untuk mengatasinya,” jelasnya.
Menurutnya, peluncuran bursa karbon menjadi langkah konkret untuk Indonesia mencapai target mencapai Nationally Determined Contribution (NDC) sebesar 31,89 persen.
Oleh sebab itu, Jokowi meminta perdagangan karbon internasional sebagai rujukan serta memanfaatkan teknologi untuk transaksi efektif dan efisien.
Lalu, presiden meminta adanya target dan kerangka waktu yang jelas baik untuk pasar karbon di dalam negeri dan pasar luar internasional.
Jokowi juga meminta pengaturan dan fasilitasi pasar karbon sukarela sesuai praktik di komunitas internasional, dengan memastikan standar tersebut tidak mengganggu target NDC di Indonesia.
“Saya optimistis Indonesia bisa menjadi poros karbon dunia, asalkan langkah konkrit tersebut digarap konsisten bersama-sama seluruh pemangku kepentingan,” pungkasnya.
Sementara, Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar mengatakan, pendirian Bursa Karbon Indonesia merupakan momentum bersejarah Indonesia dalam mendukung upaya Pemerintah mengejar target untuk menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK) sesuai ratifikasi Paris Agreement.
“Bursa karbon Indonesia akan menjadi salah satu bursa karbon besar dan terpenting di dunia karena volume maupun keragaman unit karbon yang diperdagangankan dan kontribusinya kepada pengurangan emisi karbon nasional maupun dunia. Hari ini kita memulai sejarah dan awal era baru itu,” kata Mahendra.
Sebagimana diketahui, Indonesia memiliki target menurunkan emisi GRK, sebesar 31,89 persen (tanpa syarat dan tanpa bantuan internasional) atau sebesar 43,2 (dengan dukungan internasional) dari tingkat emisi normalnya (atau Business As Usual) pada 2030.
Baca juga: Bos OJK: Penerapan Bursa Karbon di RI Lebih Cepat Dibanding Negeri Jiran
Sesuai berlakunya UU No. 4 tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK), OJK memiliki kewenangan dalam mengatur dan mengawasi perdagangan karbon melalui Bursa Karbon di Indonesia.
Menurutnya, tujuan yang sangat penting dari perdagangan karbon di Indonesia, yaitu memberikan Nilai Ekonomi atas unit karbon yang dihasilkan ataupun atas setiap upaya pengurangan emisi karbon ini guna tercapainya target NDC dan optimalisasi potensi Indonesia sebagai negara produsen unit karbon. (*)
Editor: Galih Pratama