LPEM UI Nilai BI Perlu Tahan Suku Bunga Acuan 5,75 Persen, Ini Alasannya

LPEM UI Nilai BI Perlu Tahan Suku Bunga Acuan 5,75 Persen, Ini Alasannya

Jakarta – Lembaga Penyelidikan Ekonomi Masyarakat (LPEM) Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Indonesia (UI) menilai Bank Indonesia (BI) masih perlu untuk mempertahankan tingkat suku bunga acuan atau BI Rate di level 5,75 persen pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) bulan Februari 2025.

“Kami berpandangan bahwa BI perlu menahan suku bunga acuannya di 5,75 persen pada Rapat Dewan Gubernur di Februari ini,” kata Ekonom LPEM FEB UI Teuku Riefky dalam keterangannya, Kamis 19 Februari 2025.

Riefky membeberkan sejumlah faktor dari eksternal maupun domestik bahwa BI perlu menahan suku bunga acuannya. Dari sisi eksternal, pasca dilantiknya Presiden Trump pada 20 Januari lalu, potensi cakupan dampak dari perang dagang mulai lebih jelas yang berdampak terhadap persepsi investor yang menilai adanya penurunan ketidakpastian akibat risiko perang dagang yang dapat diperhitungkan secara lebih terukur.

Baca juga: Bank Danamon Berharap BI Turunkan Suku Bunga Lagi di 2025

“Kondisi ini mendorong mengalirnya arus modal menuju negara berkembang, termasuk Indonesia. Alhasil, rupiah sempat menguat dari Rp16.360/USD pada 17 Januari ke Rp16.170/USD pada 24 Januari,” jelas Riefky.

Meski demikian, pasca keputusan the Fed yang menahan suku bunga kebijakannya, rupiah sempat melemah ke level Rp16.430/USD di awal Februari 2025.

Kemudian, berlanjutnya eskalasi dan negosiasi penerapan tarif impor oleh Pemerintahan Trump dengan berbagai negara pada beberapa minggu awal Februari mendorong pelemahan dolar AS, yang berakibat terhadap menguatnya rupiah hingga mencapai IDR16.255/USD pada 14 Februari 2025

Dari domestik, Indonesia mencatatkan arus modal masuk neto di pasar obligasi sebesar USD1,23 miliar selama empat minggu terakhir.

Kondisi ini didorong akibat menurunnya persepsi ketidakpastian oleh investor pasca dilantiknya Presiden Trump yang memicu arus modal ke negara berkembang dan beralihnya investor dari instrumen saham ke obligasi akibat relatif buruknya performa pasar saham domestik. 

Baca juga: Ruang Pemangkasan Suku Bunga The Fed Makin Tipis, Ini Alasannya

“Hal ini terefleksikan dari arus modal keluar neto dari pasar saham sebesar USD0,45 miliar dalam periode yang sama,” pungkasnya.

Terlepas dari fluktuasi rupiah dalam beberapa waktu belakangan, cadangan devisa melanjutkan rekor pencatatan tertingginya sepanjang sejarah setelah sedikit mengalami peningkatan sebesar USD0,37 miliar dari USD155,7 miliar pada Desember 2024 ke USD156,1 miliar di bulan pertama 2025. 

Selajutnya, inflasi masih berada di kisaran batas bawah target BI. Namun, Indonesia sebentar lagi akan memasuki periode Ramadan dan Idul Fitri, yang umumnya akan mendatangkan tekanan inflasi. (*)

Editor: Galih Pratama

Related Posts

Top News

News Update