Jakarta – Peran komoditas sawit terhadap perekonomian nasional melalui peningkatan taraf hidup masyarakat pedesaan di Indonesia sangat besar sejak puluhan tahun lalu. Namun, ternyata masih banyak generasi milenial yang tidak paham dengan tanaman ini.
Ketua Umum Asosiasi Sawitku Masa Depanku (Samade) Tolen Ketaren mengatakan, dari kegiatan sosialisasi yang dilakukan Samade, banyak ditemui generasi milenial yang beranggapan bahwa panen sawit harus dilakukan dengan menebang pohon sehingga merusak hutan atau menjadi penyebab deforestasi.
“Indonesia penghasil sawit terbesar di seluruh dunia. Ini yang harus dikampanyekan Pemerintah. Media harus dirangkul. Pemerintah harus turun ke lapangan. Terutama yang susah mengerti itu generasi muda di kota. Di kota karena tidak mengetahui tentang sawit itu, anak-anak sekarang berpikir, bahwa sawit itu ditepang pohonnya lalu diambil minyaknya,” ujar Tolen, dikutip 2 Desember 2021.
Tolen mengatakan, pemahaman ini ditemukan di generasi milenial dari perkotaan yang tidak pernah melihat lahan perkebunan sawit secara langsung. Generasi muda yang hidup di provinsi atau wilayah yang menjadi sentral perkebunan kelapa sawit tidak akan mudah terpengaruh dengan kampanye negatif sawit. Sebab, mereka telah mengetahui manfaat perkebunan sawit bagi masyarakat sekitar.
Ia menyebutkan, di bidang kelapa sawit penduduk yang ada di sekitar perkebunan tidak perlu menjual lahannya. Bahkan dengan kepemilikan lahan satu atau dua hektar saja, masyarakat sudah dapat menjadi petani kelapa sawit dan hasil panennya sudah ada yang menampung. Selain itu, juga terjadi transfer teknologi dari perusahaan sawit dalam prosesnya. Misalnya dari sisi bibit, pemeliharaan tanaman dan pemupukan.
Kawasan perkebunan kelapa sawit berbeda dengan kawasan pertambangan emas. Di lahan pertambangan emas, masyarakat biasanya dilarang ikut menambang. Padahal, sebenarnya masyarakat sudah terlebih dahulu menambang emas di kawasan tersebut jauh sebelum perusahaan besar datang. Namun penduduk setempat harus menghentikan kegiatannya dan akan dianggap sebagai penambang ilegal.
“Contoh lain, masyarakat yang berada di sekitar pabrik kertas. Meski ada lahan satu atau dua hektar , tidak akan bisa dimanfaatkan untuk menanam pohon akasia untuk bahan baku bubur kertas karena masa panen panjang, sehingga tidak akan bisa diandalkan untuk memenuhi kehidupan sehari-hari masyarakat sekitar,” ujar Tolen.
Secara terpisah, Kurniadi Patriawan, Wakil Direktur Utama PT Nusantara Sawit Sejahtera, yang tergolong generasi milenial mengatakan industri sawit selama ini sudah terbukti menjadi salah satu komoditas penopang perekonomian nasional. Menurut Kurniadi, posisi ini harus dipertahankan dan terus dikembangkan.
“Kalangan milenial akan menjadi generasi penerus untuk mempertahankan dan mengembangkan prestasi industri kelapa sawit Indonesia di masa mendatang. Untuk itu, kalangan milenial perlu berperan dan terlibat dalam perusahaan-perusahaan sawit, termasuk menjadi pemegang saham,” paparnya.
Kampanye hitam saat ini juga sedang menyasar kalangan milenial. Untuk menghadapi hal tersebut, Kurniadi berharap generasi muda bisa lebih kritis. Artinya tidak langsung menerima informasi negatif tentang kelapa sawit Indonesia. Sebab, informasi negatif ini memberikan dampak yang sangat besar bagi perekonomian masyarakat, terutama bagi tenaga kerja dan orang-orang yang selama ini mengandalkan hidupnya dari industri kelapa sawit.
“Kalau generasi milenial Indonesia memiliki perhatian besar dan mau berbuat sesuatu, maka saya yakin Indonesia sebagai penghasil minyak nabati terbesar di dunia, tidak bisa digeser posisinya,” ujar Kurniadi.
Dia mengatakan memang tidak mudah untuk bisa menguasai dan mempertahankan posisi Indonesia sebagai penghasil kelapa sawit terbesar di dunia. Tantangan terbesarnya adalah menumbuhkan kesadaran dalam diri sendiri bahwa kelapa sawit adalah aset nasional yang harus dijaga bersama.
Setelah ada kesadaran bersama, maka akan lebih mudah melakukan gerakan nasional untuk menginformasikan peran industri kelapa sawit terhadap masyarakat dan perekonomian nasional seperti yang dilakukan Pemerintah Malaysia, mulai dari kegiatan hulu hingga hilir sawit. (*)