KSSK: Stabilitas Sistem Keuangan RI Kuartal IV 2024 Masih Terjaga

KSSK: Stabilitas Sistem Keuangan RI Kuartal IV 2024 Masih Terjaga

Jakarta – Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) menyatakan bahwa sistem keuangan Indonesia di triwulan IV 2024 tetap terjaga di tengah divergensi perekonomian dunia.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan perekonomian negara maju masih kuat, sementara Eropa dan Tiongkok masih berjuang di tengah ketidakpastian pasar keuangan global yang meningkat.

“Memasuki triwulan I 2025 ini perekembangan perekonomian dan pasar keuangan terus dipantau dan antisipasi seiring masih berlangsungnya down side risk dan dinamika yang muncul dari sisi eksternal,” kata Sri Mulyani dalam Konferensi Pers KSSK Triwulan IV 2024 di Jakarta, Jumat, 24 Januari 2025.

Selain Kementerian Keuangan, KSSK yang di antaranya juga Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menyepakati untuk terus memperkuat kewaspadaan dan meningkatkan koordinasi sinergi antar lembaga.

“Hal ini diperlukan agar mampu memitigasi dampak dari rambatan atau spill over faktor-faktor risiko yang beasal dari ekternal atau global terhadap ekonomi Indonesia maupun terhadap stabilitas sistem keuangan dalam negeri,” jelas Sri Mulyani.

Baca juga: Fenomena ‘Mantab’ Berlanjut, LPS Proyeksi DPK Tumbuh 7 Persen di 2025

Bendahara negara ini mengungkapkan bahwa perekonomian dunia menghadapi pertumbuhan yang berbeda-beda, sehingga menimbulkan kompleksitas dan ketidakpastian di pasar keuangan yang semakin meningkat.

Adapun, ekonomi Amerika Serikat (AS) di triwulan IV 2024 tumbuh lebih kuat. Sementara, ekonomi Eropa dan Jepang masih mengalami pelemahan.

Berdasarkan rilis terbaru Januari 2025 pertumbuhan ekonomi Tiongkok sedikit terakselerasi menjadi 5,4 persen secara tahunan (yoy) di triwulan IV 2024.

“Ini perkembangan positif, pertumbuhan yang terakselerasi ini didorong oleh sitmulus ekonomi yang dilancarkan oleh pemerintah Tiongkok,” tambahnya.

Selain itu, lanjut Sri Mulyani, arah kebijakan dari pemerintah dan bank sentral AS juga menjadi faktor yang memberikan pengaruh paling besar terhadap kondisi ketidakpastian pasar keuangan global.

“Di satu sisi perekonomian AS mengalami penguatan dan pasar tenaga kerjanya juga membaik dampak kebijakan tarif yang dilakukan di AS diperkirakan akan memberikan pengaruh terhadap proses disinflasi atau penurunan inflasi menjadi tertahan, dengan demikian inflasi masih dalam level yang kuat,” pungkasnya.

Kondisi tersebut, tambah Sri Mulyani, memengaruhi stance Fed Funds Rate (FFR) atau kebijakan suku bunga The Federal Reserve (the Fed), di mana ekspektasi terjadinya pemangkasan suku bunga menjadi lebih terbatas.

Baca juga: Bos OJK Buka-bukaan Dampak Pelantikan Trump ke Sektor Keuangan RI

Dari sisi fiskal, AS juga akan lebih ekpansif yang akan mendorong Yield US Treasury (UST) tetap tinggi, baik pada tenor jangka pendek maupun jangka panjang.

“Di sisi lain ketegangan geopolitik global yang meningkat dan prefensi investor yang makin besar terhadap aset keuangan AS, akan menyebabkan indeks doar AS berada dalam tren meningkat dan ini memberikan tekanan pada mata uang dunia lainnya,” tandasnya.

Sementara itu, IMF merilis data terbarunya di Januari 2025 yang memproyeksikan pertumbuhan ekonomi global tahun 2025 tetap stagnan di level 3,3 persen.

Meski begitu, suasana ekonomi dunia masih mampu menunjukan resiliensi. Tercermin dari ekonomi RI yang tumbuh sebesar 4,95 persen di triwulan III 2024 di dukung oleh investasi, konsumsi rumah tangga, dan pertumbuhan ekspor. (*)

Editor: Galih Pratama

Related Posts

Top News

News Update