Aliran Dana
Dari total pencairan Rp263,6 miliar, sekitar Rp95,2 miliar digunakan manajemen BPR Jepara untuk menutupi kredit macet dan kepentingan pribadi JH, termasuk pembelian mobil Honda Civic Turbo oleh JH.
Sementara itu, sekitar Rp150,4 miliar dinikmati MIA untuk membeli tanah agunan, membayar angsuran, dan kepentingan pribadi lainnya.
Para tersangka dari pihak BPR Jepara Artha juga diduga menerima aliran dana haram dari MIA.
Rinciannya, JH menerima Rp2,6 miliar, IN Rp793 juta, AN Rp637 juta, dan AS Rp282 juta.
Selain itu, terdapat uang untuk perjalanan umrah bagi JH, IN, dan AN sebesar Rp300 juta.
Baca juga: KPK Dorong Perpres Larangan Rangkap Jabatan Pascaputusan MK
Kerugian Negara dan Barang Bukti
KPK telah berkoordinasi dengan BPK RI untuk menghitung kerugian negara akibat perkara ini. Diketahui sejauh ini kerugian negara ditaksir mencapai sekurang-kurangnya Rp254 miliar.
Sementara itu, sebagai bagian dari upaya pemulihan kerugian, KPK menyita sejumlah barang bukti, antara lain:
- Aset yang digunakan sebagai agunan 40 debitur fiktif sebanyak 136 bidang tanah/bangunan, setara sekitar Rp60 miliar.
- Aset milik JH berupa uang sebesar Rp1,3 miliar, 4 mobil SUV (Toyota Fortuner dan Honda CRV) dan 2 bidang tanah.
- Aset MIA berupa uang sebesar Rp11,5 Miliar, 1 bidang tanah rumah, 1 unit mobil SUV (Toyota Fortuner)
- Aset AM berupa 1 bidang tanah rumah dan 1 unit sepeda motor.
Baca juga: OJK Cabut Izin Usaha BPR Bank Jepara Artha, Begini Kronologinya
"Atas perbuatannya, para tersangka disangkakan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP," pungkas Asep. (*)









