Jakarta – Pertumbuhan transaksi aset kripto di Indonesia menunjukkan tren yang sangat positif. Data dari berbagai sumber menyebutkan bahwa pada periode 2024–2030, tingkat pertumbuhan tahunan majemuk (Compound Annual Growth Rate/CAGR) pasar kripto diperkirakan berada di kisaran 16-25 persen.
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyatakan bahwa tingginya CAGR tersebut tidak lepas dari laju perkembangan teknologi di sektor aset digital. Oleh karena itu, potensi pertumbuhan perdagangan kripto dalam jangka panjang dinilai sangat menjanjikan.
“Berbagai proyeksi pertumbuhan aset kripto global memiliki pertumbuhan jangka panjang yang besar,” papar Adi Budiarso, Kepala Pusat Kebijakan Sektor Keuangan Kemenkeu di acara Webinar Nasional Seri 1 bertajuk Aset Kripto Sebagai Instrumen Keuangan: Peluang, Tantangan, Strategi yang diselenggarakan Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI), Senin, 5 Mei 2025.
Baca juga: Transaksi Kripto Semakin Populer, OJK Ungkap 5 Tantangan di Ekosistem Ini
Di Indonesia sendiri, pertumbuhan perdagangan kripto juga terbilang cukup pesat. Berdasarkan data dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), per Desember 2024, jumlah investor aset kripto sudah mencapai 22,91 juta orang, dengan total akumulasi transaksi sekitar Rp650 triliun.
Pertumbuhan yang pesat ini juga menimbulkan untung bagi negara. Adi menyebut, sejak 2022 sampai Februari 2025 lalu, Kemenkeu sudah memperoleh pajak yang cukup besar dari perdagangan aset kripto.
“Penerimaan pajak kripto selama 2022 hingga Februari 2025 telah mencapai angka yang tidak sedikit. Khusus untuk kripto, angkanya telah mencapai Rp1,21 triliun,” tegas Adi.
Baca juga: Komdigi Bekukan Izin Worldcoin, Dua Perusahaan Dipanggil Klarifikasi
Pada periode yang sama, penerimaan pajak di sektor ekonomi digital menyentuh angka Rp33,56 triliun. Dengan demikian, perdagangan kripto menyumbang sekitar 3,60 persen dari penerimaan pajak di sektor tersebut.
Tahun 2024 Jadi Kontributor Pajak Tertinggi
Adapun penerimaan pajak perdagangan kripto tertinggi, terjadi pada 2024, yakni sebesar Rp620,4 miliar. Sementara pada Februari 2025 saja, angkanya sudah menyentuh Rp126,39 triliun.
Melihat tren yang ada, Adi mengimbau para pemangku kebijakan untuk memperkuat ketahanan dan tata kelola ekosistem kripto agar mampu mendukung pertumbuhan ekonomi digital secara berkelanjutan.
“Ekosistemnya perlu kita perkuat, supaya terjadi transparansi dan trust. (Adanya) trust di industri ini, supaya perkembangan ekonomi digital dan inovasinya benar-benar bisa memberikan manfaat yang terbaik,” tukasnya. (*) Mohammad Adrianto Sukarso