Jakarta – Dalam hukum Islam, investasi disebut mudharabah, yakni menyerahkan modal uang kepada orang yang berniaga sehingga akan mendapatkan persentase keuntungan. Para ulama sepakat bahwa sistem penanaman modal ini dibolehkan. Dasar hukum dari sistem ini ialah ijma’, yaitu kesepakatan para ulama dalam menetapkan suatu hukum dalam agama berdasarkan Alquran dan hadis dalam suatu perkara yang terjadi.
Seorang muslim yang menginvestasikan dananya tidak akan dikenai pajak pada jumlah yang telah diinvestasikannya, tapi dikenai pajak pada keuntungan yang dihasilkan dari investasinya. Sebab, dalam perekonomian islami, semua aset yang tidak termanfaatkan dikenai pajak, jadi investor muslim akan lebih baik memanfaatkan dananya untuk investasi daripada mempertahankan dananya dalam bentuk yang tidak termanfaatkan.
Dari segi keuntungan, keuntungan dalam bisnis ini adalah hak kedua belah pihak, yang pembagiannya harus memenuhi syarat-syarat yang telah ditetapkan dalam hukum Islam, yakni diketahui secara jelas yang ditegaskan saat transaksi dengan persentase tertentu bagi investor dan pengelola modal. Yang perlu diingat, persentasi ini bukan dari modal, melainkan dari keuntungan. Kesalahan yang sering terjadi, investor mendapatkan keuntungan dari persentase modal, misalnya 10% dari modal, apalagi ada embel-embel per bulan. Ini jelas-jelas haram karena yang seperti ini termasuk riba.
Kemudian, keuntungan dibagikan dengan persentase yang sifatnya merata, seperti setengah, sepertiga atau seperempat dan sejenisnya. Kalau ditetapkan sejumlah keuntungan pasti bagi salah satu pihak, sementara sisanya untuk pihak lain, maka menurut kesepakatan ulama investasi ini tidak sah tanpa perlu diperdebatkan lagi.
Kesimpulannya, investasi apa pun bentuknya, dalam Islam diwajibkan bahwa kerugian dan keuntungan hendaknya menjadi tanggung jawab dan hak kedua belah pihak. Kecuali apabila salah satu pihak dengan sengaja membatalkan kesepakatan yang ada dan menimbulkan kerugian kepada salah satu pihak.(*)