Jakarta – Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati menandatangani Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor : 127/PMK.010/2016 tentang Pengampunan Pajak Berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak Bagi Wajib Pajak Yang memiliki harta Tidak Langsung Melalui Special Purposes Vehicle (SPV).
Dalam PMK itu disebutkan, ada dua jenis SPV, yakni, pertama, merupakan perusahaan yang didirikan semata-mata untuk menjalankan fungsi khusus tertentu untuk kepentingan pendirinya, seperti pembelian dan/ atau pembiayaan investasi; dan kedua, perusahaan yang tidak melakukan kegiatan usaha aktif.
Wajib Pajak yang menyampaikan Surat Pernyataan yang berisi pengungkapan Harta harus mengungkapkan kepemilikan Harta tersebut beserta Utang yang berkaitan secara langsung dengan perolehan Harta, yang diungkapkan dalam lampiran Surat Pernyataan yang disampaikan.
Dalam PMK dijelaskan, dalam rangka pengungkapan kepemilikan harta sebagaimana dimaksud Wajib Pajak yang belum melaporkan Harta berupa kepemilikan saham pada SPV yang didirikannya pada Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) Pajak Penghasilan (PPh) terakhir, nilai Harta yang dimiliki oleh Wajib Pajak secara tidak langsung melalui SPV adalah sebesar nilai Harta yang dimiliki oleh Wajib Pajak secara tidak langsung melalui SPV tersebut. Dalam hal Wajib Pajak telah melaporkan Harta berupa kepemilikan saham pada SPV yang didirikannya pada SPT PPh Terakhir, maka nilai Harta tambahan yang dimiliki oleh Wajib Pajak secara tidak langsung melalui SPV adalah sebesar nilai Harta tidak langsung melalui SPV dikurangi nilai kepemilikan saham pada SPV yang telah dilaporkan pada SPT PPh Terakhir dikalikan dengan proporsi nilai masing-masing Harta tidak langsung melalui SPV.
Sedangkan, dalam hal Harta tidak langsung melalui SPV dimiliki oleh lebih dari 1 (satu) Wajib Pajak, menurut PMK ini, besarnya nilai Harta untuk masing-masing Wajib Pajak beserta Utang yang berkaitan langsung dengan Harta yang diungkapkan oleh Wajib Pajak dimaksud dihitung secara proporsional sesuai porsi kepemilikan pada SPV dari masing-masing Wajib Pajak.
Menurut PMK ini,Wajib Pajak yang menyampaikan Surat Pernyataan dengan mengungkapkan seluruh Harta yang dimiliki oleh Wajib Pajak secara tidak langsung melalui SPV sebagaimana dimaksud harus membubarkan atau melepaskan hak kepemilikan atas SPV dengan melakukan pengalihan hak atas Harta tersebut, menjadi, dari semula atas nama SPV menjadi atas nama Wajib Pajak yang menyampaikan Surat Pernyataan; atau dari semula atas nama SPV menjadi atas nama badan hukum di Indonesia melalui proses pengalihan harta menggunakan nilai buku.
Selanjutnya, badan hukum di Indonesia sebagaimana dimaksud adalah badan hukum berbentuk Perseroan Terbatas yang sahamnya dimiliki oleh Wajib Pajak yang sama dengan Wajib Pajak yang menyampaikan Surat Pernyataan dengan mengungkapkan seluruh Harta yang dimiliki oleh Wajib Pajak secara tidak langsung melalui SPV sebagaimana dimaksud. Untuk pengalihan hak atas Harta sebagaimana dimaksud, menurut PMK ini, harus diungkapkan dalam lampiran Surat Pernyataan dengan memberikan keterangan atau penjelasan terkait proses pengalihan harta dimaksud.
Pengalihan hak atas Harta sebagaimana dimaksud adalah berupa Harta tidak bergerak berupa tanah dan/ atau bangunan di Indonesia; dan/ atau saham, dibebaskan dari pengenaan Pajak Penghasilan, apabila perjanjian pengalihan hak atas Harta dimaksud ditandatangani dalam jangka waktu paling lambat tanggal 31 Desember 2017.
Ditegaskan dalam PMK ini, Pengampunan Pajak bagi Wajib Pajak yang memiliki Harta tidak langsung melalui SPV yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud, berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.03/2016 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak beserta perubahannya. Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan oleh Dirjen Peraturan Perundang-undangan Kementerian Hukum dan HAM Widodo Ekatjahjana pada 23 Agustus 2016. (*)