Jakarta – Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia terus berperan aktif dalam mendorong pertumbuhan ekonomi nasional tahun depan, dengan fokus pada empat pilar utama organisasi demi pencapaian Visi Indonesia Emas 2045.
Wakil Ketua Umum Bidang Organisasi Kadin Indonesia, Eka Sastra mengatakan visi Indonesia Emas 2045 menurut Kadin, yakni menjadi negara dengan ekonomi terbesar nomor 8 secara PDB (produk domestik bruto), sedangkan menurut purchasing power parity Indonesia menjadi negara ekonomi terbesar nomor 4 di dunia.
Baca juga: Kadin: Kenaikan UMP dan UMK 2024 Harus Dibarengi Dengan Produktivitas Pekerja
“Yang lebih penting dari itu adalah kita masuk di negara berpendapatan tinggi dengan standar USD14.600 per kapita per tahun, kita sudah melewati itu pada tahun 2038, nah inilah yang kita coba kejar,” ujar Eka dalam konferensi pers Rapimnas 2023, Kamis 7 Desember 2023.
4 Pilar Utama Kadin
Eka menambahkan ada 4 pilar utama dari Kadin demi pencapaian Visi Indonesia Emas 2045. Pertama, resiliensi atau daya tahan dari sektor farmasi untuk mendukung kesehatan masyarakat dan kekuatan pangan yang berkelanjutan yang juga mandiri untuk mendukung sektor ketahanan pangan.
Kedua, kesejahteraan untuk mencapai negara berpendapatan tinggi diperlukan daya ungkit perekonomian. Sehingga, Kadin memulai memasuki industri berbasis hilirisasi, sektor pariwisata, dan inklusi keuangan yang dinilai dapat menjadi daya ungkit perekonomian.
Baca juga: Sambut Indonesia Emas 2045, SDM jadi Investasi Paling Penting
“Pilar yang ketiga ini yang paling penting bagi Kadin, inklusivitas, jangan sampai pembangunan yang ada meninggalkan yang lain, indikator koefisien gini, tingkat kemiskinan, itu wajib untuk menjadi patokan kita,” paparnya.
Terakhir, adalah keberlanjutan dalam perekonomian yang tidak lingkungan dan mengurangi hak generasi mendatang untuk membagun.
Di sisi lain, lanjut Eka, masih ada keterbatasan yang dimiliki Indonesia baik dari sisi produktifitas yang masih rendah, logistik yang masih belum terintegrasi dengan baik akibat dari infrastruktur belum terbangun, dan kesenjangan yang masih tinggi. (*)
Editor: Galih Pratama