Jakarta — Perombakan pengurus BUMN go publik yang tidak transparan mendapat sorotan dari berbagai kalangan, baik pelaku keuangan, investor, politisi, hingga lembaga nirlaba. Salah satunya, Sigit Pramono, bankir senior yang menjadi Ketua Umum Indonesian Institute for Corporate Directorship (IICD).
Menurut Sigit, kasus pergantian direksi dan komisaris yang baru saja terjadi di bank BUMN yang terdaftar di bursa, menjadi sebuah cermin bagaimana buruknya praktik good corporate governance di BUMN terbuka. “Sebagai ketua lembaga nirlaba saya ingin menyampaikan imbauan kepada Kementerian BUMN yang merupakan pemegang saham pengendali bank-bank BUMN go publik. Saya harap Kementerian BUMN menerapkan prinsip tata kelola yang baik, dan menjadi contoh bagi pemegang saham pengendali perusahaan publik yang lain dalam menjaga prinsip dasar tata kelola yang baik. Dalam praktiknya selama ini penggantian direksi BUMN terbuka, sering dilakukan sangat mendadak,” ujar mantan Ketua Umum Perbanas ini kepada infobanknews.com di Jakarta, Sabtu (31/8).
Sigit menambahkan, tidak adanya pemberitahuan direksi dan komisaris yang akan diganti, tetapi juga mengabaikan hak-hak pemegang saham minoritas yang notabene adalah pemegang saham publik. Memang benar bahwa pemegang saham minoritas, akan selalu kalah jika pemungutan suara dilakukan. Tetapi tidak berarti hak- hak pemegang saham minoritas bisa begitu saja dilecehkan oleh Kementerian BUMN.
“Ketentuan bursa saham yang berlaku ialah setiap pergantian pengurus perusahaan publik harus diumumkan sebelumnya, kemudian siapa calon-calonnya harus diumumkan secara terbuka sebelumnya dalam jangka waktu tertentu sehingga pemegang saham publik dan minoritas mendapatkan informasi yang cukup,” jelas Mantan Ketua Umum Perbanas itu.
Selain Kementerian BUMN, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang mengawasi pasar modal juga berani menertibkan praktik tata kelola yang buruk dari pemegang saham perusahaan go publik. “OJK harus berani menertibkan praktik GCG dari Kementerian BUMN yang selama ini mengabaikan hak-hak pemegang saham minoritas khususnya di dalam pergantian pengurus perusahaan BUMN yang sahamnya tercatat di Bursa,” jelas Sigit. Banyak kalangan menilai RUPSLB BTN tidak sesuai dengan POJK Nomor 55/POJK/03/ Tahun 2016 tentang Penerapan Tata Kelola Bagi Bank Umum. (*) Jovi