Jakarta – Direktur Utama PT Asuransi Maximus Graha Persada Tbk (Maximus Insurance), Jemmy Atmadja, menegaskan bahwa pihaknya menghormati dan mematuhi Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 83/PUU-XXII/2024, yang melarang pembatalan klaim asuransi secara sepihak.
“Apapun yang terjadi kita harus hormati keputusan MK, walaupun memang itu menimbulkan banyak potensi yang berdampak kepada perusahaan asuransi umum,” katanya, ditemui Infobanknews, di Jakarta, Senin, 20 Januari 2025.
Ia mengatakan, terkait proses hukum permasalahan pembatalan klaim asuransi secara sepihak menjadi pembelajaran, tak terkecuali industri jasa asuransi.
“Tapi again, apapun yang terjadi sudah terlaksana dan sudah tidak bisa dibatalkan. Nah kita tinggal di industri yang harus berbenah diri. Berbenah diri dari proses awal penutupan asuransi,” jelasnya.
Baca juga : MK Putuskan Perusahaan Asuransi Tak Bisa Batalkan Klaim Sepihak
Menurutnya, selama ini banyak perusahaan asuransi umum ‘terbuai’ dan terlalu mudah menerbitkan polis tanpa memastikan proses yang ketat, berbeda dengan asuransi jiwa yang lebih berlapis, di mana pembayaran premi dilakukan sebelum polis diterbitkan.
“Asuransi jiwa cukup berlapis ya. Asuransi jiwa kan bayar dulu premi nya baru terbit polis. Beda dengan asuransi umum, walau pun ada beberapa yang bayar dulu. Tapi ada potensi polis yang terbit sebelum premi dibayar. Nah itu sudah muncul potensi,” bebernya.
Kompetisi Ketat dan Pentingnya Underwriting
Jemmy juga menyoroti ketatnya persaingan antar perusahaan asuransi yang sering mengabaikan pentingnya proses underwriting. Padahal, langkah ini merupakan kunci mitigasi risiko sejak awal.
“Nah ini dia KYC, know your customer. Jadi jangan berdebat di belakang. Sekarang kan kita bisa menggunakan banyak cara seperti memeriksa SLIK atau paling gampang survey on the spot oleh pihak perusahaan atau pihak independent yang bisa benar-benar dipercaya,” terangnya.
Baca juga : AAUI Masih Kaji Dampak hingga Pengetatan Aturan Pasca Putusan MK Pasal 251 KUHD
Ia menekankan pentingnya underwriting untuk menilai risiko yang dapat diterima perusahaan asuransi dan menentukan besaran premi yang sesuai dengan risiko tersebut.
“Apa yang sudah terjadi, apa yang sudah diputuskan MK sudah tidak bisa dibatalkan, Tinggal awalannya sekarang yang sudah terbit polis kan sudah terjadi. Nah sekarang untuk penutupan baru mulailah dengan KYC, dengan survei risiko yang lebih proper bagi semua perusahaan asuransi,” pungkasnya. (*)
Editor: Yulian Saputra