Oleh A.Y. Eka Putra, pemerhati ekonomi dan perbankan
“RUPIAH gampang loyo? Pakai viagra saja”. Terdengar satiris. Tapi, kalau melihat daya tahan rupiah dalam menghadapi tekanan ekonomi global dan domestik, akhir-akhir ini, memang patut khawatir. Di balik guyonan itu, juga tersirat kritik serius terhadap fondasi ekonomi nasional. Perlu diketahui bahwa acuan praktik tentang nilai tukar suatu negara ditentukan oleh fundamental ekonomi, teknikal analisis, dan moral suasion.
Dalam ilmu ekonomi klasik, teori pasar sempurna menyatakan bahwa harga ditentukan oleh interaksi antara kurva permintaan dan penawaran dalam kondisi simetris. Tidak ada kekuatan pasar dominan, tidak ada hambatan masuk dan keluar, serta informasi yang dimiliki pelaku pasar bersifat sempurna. Teori ini telah menjadi pijakan utama dalam memahami pembentukan harga di pasar barang dan jasa.
Namun, ketika diterapkan pada pasar valuta asing/valas (foreign exchange market), asumsi pasar sempurna tampak tidak sesuai dengan kenyataan. Di pasar ini, variabel seperti persepsi, sentimen, dan ekspektasi justru sering kali lebih dominan dibandingkan dengan faktor fundamental ekonomi.
Mengapa rupiah gampang loyo? Hal itu karena beberapa faktor. Satu, ketergantungan pada modal asing. Rupiah sangat sensitif terhadap pergerakan modal asing jangka pendek (hot money). Ketika terjadi gejolak global atau suku bunga The Federal Reserve (The Fed) dan negara maju naik, dana asing keluar dari pasar domestik, menyebabkan nilai tukar melemah.
Dua, defisit transaksi berjalan. Ketergantungan pada impor barang dan jasa melebihi nilai ekspor menyebabkan defisit transaksi berjalan yang kronis, memperlemah posisi cadangan devisa dan nilai rupiah.
Tiga, struktur ekonomi yang rentan. Empat, ekonomi Indonesia masih bertumpu pada konsumsi dan ekspor komoditas mentah, bukan pada industri bernilai tambah atau teknologi tinggi.
Lima, sentimen psikologis pasar. Ketidakpastian politik dan hukum serta lemahnya tata kelola ekonomi memperburuk kepercayaan investor. Enam, ketergantungan impor. Ketergantungan pada energi dan pangan impor meningkatkan tekanan inflasi saat rupiah melemah.
Baca juga: BI Pastikan Rupiah Stabil di Tengah Ketidakpastian Global, Ini Strateginya
Viagra untuk Rupiah
Ada beberapa cara yang dapat dilakukan agar rupiah berotot? Satu, kepercayaan pasar. Stabilitas politik, kepastian hukum, dan konsistensi kebijakan sangat menentukan persepsiinvestor.
Dua, penguatan fundamental ekonomi. Reformasi struktural diperlukan, termasuk peningkatan produktivitas, efisiensi fiskal, dan industrialisasi berbasis ekspor. Tiga, kurangi ketergantungan impor. Ketergantungan pada energi dan pangan impor meningkatkan tekanan inflasi saat rupiah melemah.
Empat, kemandirian moneter dan fiskal. Inflasi dan defisit anggaran harus dijaga, disertai pengelolaan utang yang hati-hati.
Lima, viagra untuk kebijakan nilai tukar, dengan memperhatikan daya beli rupiah terhadap valas – di mana peringkat Indonesia baik di Asia maupun dunia rendah (Bloomberg, 2025). Kebijakan membiarkan nilai tukar berfluktuasi sesuai dengan mekanisme pasar adalah lebih baik daripada menggunakan pita intervensi dengan limit atau batas atas dan batas bawah, sebagai dasar Bank Indonesia (BI) mengambil tindakan intervensi pasar.
Enam, Indonesia menjadi anggota penuh BRICS sejak 6 Januari 2025. Keikutsertaan Indonesia dalam BRICS akan mendorong penggunaan mata uang lokal dalam perdagangan antaranggota. Selain itu, meningkatkan kedaulatan moneter dan stabilitas keuangan domestik, mengurangi ketergantungan pada dolar Amerika, dan memperkuat posisi rupiah.
Baca juga: Soal Rupiah Bisa Balik ke Level Rp15.000, Begini Kata Pengamat Mata Uang
Kesimpulan
Rupiah adalah simbol kepercayaan terhadap ekonomi nasional, yang mencerminkan daya beli rupiah terhadap valas. Jika terus melemah tanpa pembenahan struktural, maka ekonomi dan nilai tukar rupiah ini akan terus loyo.
Dibutuhkan “viagra politik, ekonomi, dan nilai tukar”. Dalam hal ini kebijakan jangka panjang yang lebih efektif dan mampu meningkatkan daya beli rupiah terhadap valas, sehingga ada perbaikan peringkat, baik di kawasan Asia maupun dunia. (*)