Ekonom Nilai BUS Gabungan BTN-Victoria Syariah Tak Mampu Saingi BSI, Ini Alasannya

Ekonom Nilai BUS Gabungan BTN-Victoria Syariah Tak Mampu Saingi BSI, Ini Alasannya

Jakarta – Direktur Next Policy Yusuf Wibisono mengatakan resminya PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. (BBTN) mencaplok PT Bank Victoria Syariah (BVIS) sebagai bagian dari proses pemisahan (spin-off) BTN Syariah menjadi Bank Umum Syariah (BUS) sebagai bukti keseriusan pelaku pasar dalam mengembangkan industri perbankan syariah.

Industri perbankan syariah saat ini memang tengah digenjot kontribusinya. Mengingat, market share perbankan syariah tergolong masih rendah di kisaran 7,7 persen di 2024. Sementara, langkah BTN Syariah menjadi BUS dinilai sebagai upaya dan membangun iklim usaha persaingan industri yang lebih sehat. Saat ini, pangsa pasar BUS masih didominasi satu pemain, yakni Bank Syariah Indonesia (BSI), dengan pangsa hingga 40 persen.

Yusuf menilai, momentum spin off UUS BTN sejatinya dapat memberikan dampak positif dalam membangun iklim persaiangan dan berkontribusi besar terhadap peningkatan market share perbankan syariah. Namun, menurutnya langkah BTN Syariah yang ditargetkan menjadi BUS terbesar setelah BSI dinilai belum bisa memberikan dampak signifikan terhadap industri syariah.

“Kita menyayangkan bank yang diakuisisi BTN adalah Bank Victoria Syariah, yang akan menjadi cangkang bagi UUS BTN setelah spin-off, karena hal di atas dipastikan akan gagal mendorong dua tujuan (ciptakan iklim persaingan yang sehat perbankan syariah dan meningkatkan market share) terpenting industri perbankan syariah nasional saat ini,” kata Yusuf kepada Infobanknews, Kamis 12 Juni 2025.

Baca juga: Resmi Akuisisi BVIS, BTN Syariah Siap Jadi Bank Syariah Terbesar Kedua di Indonesia

Yusuf menilai, penggabungan BTN Syariah dan Bank Victoria Syariah tidak akan menambah market share industri perbankan syariah nasional. Sebab, keduanya adalah bank syariah. Jika keduanya digabung pun tidak akan memberi dampak sama sekali pada market share industri.

“Market share perbankan syariah yang hingga kini baru di kisaran 7,7 persen, dipastikan tidak akan banyak berubah pasca spin-off BTN Syariah,” ungkapnya.

Kemudian, lanjut Yusuf, penggabungan BTN Syariah dan Bank Victoria Syariah tidak akan mampu melahirkan bank syariah yang cukup besar untuk menjadi pesaing BSI, dengan aset masing-masing di kisaran Rp61 triliun dan Rp4 triliun. Artinya, penggabungan BTN Syariah dan Bank Victoria Syariah hanya akan menghasilkan bank syariah dengan ukuran sekitar Rp65 triliun, sangat jauh dari aset BSI yang sudah mencapai Rp401 triliun.

“Dengan pola spin-off UUS BTN seperti di atas, maka peta persaingan industri perbankan syariah nasional tidak akan berubah dalam beberapa tahun ke depan, masih akan sangat didominasi BSI yang kini menguasai sekitar 42 persen market share perbankan syariah,” tandasnya.

Yusuf menambahkan, spin-off UUS BTN diperkirakan hanya akan menghasilkan bank syariah baru dengan market share di kisaran 7 persen. Hal ini sangat tidak memadai untuk menjadi pesaing BSI.

Dalam skenario ideal, tambah Yusuf, BTN seharusnya mengakuisisi bank konvensional dengan ukuran aset yang cukup besar. Dengan pola demikian, diyakini spin-off BTN Syariah akan mendorong pencapaian dua tujuan industri sekaligus, yaitu meningkatkan pangsa pasar perbankan syariah nasional dan sekaligus menghasilkan lahirnya bank syariah besar yang akan menjadi pesaing BSI dengan fokus bisnis pada pembiayaan perumahan rakyat. 

“Maka akuisisi Bank Victoria Syariah oleh BTN ini menjadi kabar buruk bagi industri perbankan syariah nasional. Pasca spin-off BTN Syariah ini kita tidak akan melihat lahirnya pesaing BSI, sekaligus stagnasi market share industri perbankan syariah,” imbuhnya.

Baca juga: Beroperasi Oktober 2025, Presiden Prabowo Siapkan Nama Baru BUS Gabungan BTN Syariah-Victoria Syariah

Lebih lanjut, Yusuf menyayangkan, bahwa pemerintah dan OJK cenderung tidak memberi arahan dalam proses spin-off BTN Syariah. Adapun dalam POJK No.12/2023 yang mengatur tentang Unit usaha Syariah (UUS) wajib spin-off ketika asetnya telah mencapai 50 persen dari aset induk atau minimal aset mencapai Rp50 triliun, membuat sepenuhnya diserahkan oleh industri.

“Jika spin-off diserahkan sepenuhnya ke industri, maka pelaku pasar akan cenderung memilih opsi yang paling efisien, mudah dan cepat dilakukan, antara lain mengakuisisi bank yang sudah memiliki rekam jejak dalam industri perbankan syariah, seperti BTN yang mengakuisisi Bank Victoria Syariah,” tandasnya. (*)

Editor: Galih Pratama

Related Posts

Top News

News Update