Efek Domino Tarif AS-China, Pasar Keuangan Diprediksi Tetap Volatil

Efek Domino Tarif AS-China, Pasar Keuangan Diprediksi Tetap Volatil

Jakarta – Kepala Ekonom Bank Mandiri, Andry Asmoro menilai pasar keuangan global masih akan bergerak volatil sepanjang pekan ini, dipengaruhi oleh kekhawatiran atas kebijakan tarif baru Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, terhadap China.

Andry menjelaskan, rencana Amerika Serikat untuk menerapkan tarif impor sebesar 104 persen terhadap China—setelah negosiasi tarif antara kedua negara mengalami kegagalan—telah meningkatkan risiko perlambatan ekonomi global.

Kondisi itu juga mendorong ekspektasi pasar terhadap pemangkasan suku bunga yang lebih agresif oleh Federal Reserve pada tahun ini.

Baca juga: Pemerintah Tarik Utang Baru Rp250 Triliun hingga Maret 2025

Di sisi lain, pasar juga menantikan rilis data inflasi AS yang dijadwalkan minggu ini. Jika inflasi menunjukkan tanda-tanda penurunan, ekspektasi pelonggaran moneter yang lebih cepat oleh The Fed akan semakin menguat.

“Sebaliknya, inflasi yang tetap tinggi bisa membatasi ruang gerak The Fed, memperbesar ketidakpastian di pasar saham dan obligasi. Selain itu, rilis risalah FOMC juga menjadi fokus perhatian pasar minggu ini,” kata Andry dalam keterangannya, Rabu, 9 April 2025.

Respons China Perburuk Sentimen Regional

Di pasar regional, sentimen cenderung negatif menyusul respons China terhadap tarif AS, yang semakin meningkatkan ketegangan perdagangan global. Investor juga akan mencermati data perdagangan China untuk mengukur prospek pertumbuhan ekonomi kawasan.

“Secara keseluruhan, kombinasi tekanan tarif, arah suku bunga The Fed, serta data ekonomi utama membuat pasar global diproyeksi berfluktuasi dengan kecenderungan risk-off sepanjang minggu ini,” jelasnya.

Baca juga: China, Kanada, dan Meksiko Kompak Serang Balik Tarif Impor AS

Sementara itu, dari dalam negeri, sentimen positif muncul dari rilis data inflasi Indonesia yang tetap terkendali, memperkuat optimisme terhadap stabilitas makroekonomi.

Selain itu, pemerintah juga mengumumkan percepatan belanja fiskal dan program stimulus sektor riil, yang diharapkan mampu mendorong pertumbuhan ekonomi kuartal II.

“Arahan Presiden untuk menghilangkan aturan pembatasan impor juga mendorong optimisme investor terhadap prospek perusahaan dan ekonomi secara keseluruhan,” pungkasnya.

Rupiah dan Yield Obligasi Diprediksi Bergerak dalam Rentang Terbatas

Secara keseluruhan, meurut Andry, ketidakpastian global masih akan menjadi faktor utama yang mendorong volatilitas di pasar keuangan domestik dalam jangka pendek.

“Kami memperkirakan rupiah bergerak di kisaran Rp16.830–Rp16.945 per dolar AS, sementara yield obligasi pemerintah tenor 10 tahun berada di kisaran 7,1–7,3 persen,” tandasnya. (*)

Editor: Yulian Saputra

Related Posts

News Update

Netizen +62