Jakarta – Mantan Kepala Pusat Pendidikan dan Latihan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK), Dr Eko Sembodo, menilai pernyataan I Nyoman Wara di depan Panitia Seleksi (Pansel) Calon Pimpinan (Capim) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) adalah tidak benar, dan menunjukkan pelaksanaan audit yang dilakukannya terkait Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dilakukan secara tidak profesional karena bertentangan dengan Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN). Akibatnya, laporan hasil pemeriksaan (LHP) tidak dapat diyakini kebenarannya dan tidak bisa digunakan.
“Nyoman selaku auditor BPK yang melakukan pemeriksaan investigasi terkait dengan BLBI tidak berpedoman pada SPKN yang dimuat dalam Peraturan BPK No. 1 tahun 2017. SPKN merupakan pedoman pemeriksaan dan tolok ukur pelaksanaan pemeriksaan yang wajib digunakan oleh auditor BPK dalam melaksanakan tugas pemeriksaan jenis apapun. Auditor yang melakukan pemeriksaan dengan cara yang bertentangan dengan SPKN dapat dikatakan tidak profesional. Pada akhirnya LHP tersebut menjadi tidak dapat diyakini kebenarannya sehingga tidak dapat digunakan,” kata Ahli pemeriksa keuangan senior di Jakarta, Senin (2/9).
Sebelumnya, pada saat uji di depan Pansel Capim KPK, I Nyoman Wara mengaku digugat oleh Sjamsul Nursalim terkait pelaksanaan audit BLBI yang dilakukannya. Auditor BPK ini menegaskan, bahwa audit dilakukan sesuai dengan aturan yang benar.
Audit investigasi BLBI tahun 2017 menunjukkan adanya kerugian negara, berbeda dengan audit tahun 2002 dan 2006 yang tidak ada kerugian negara. Nyoman Wara beralasan bahwa audit 2002 dan 2006 adalah audit kinerja, sedangkan audit investigatif yang ia lakukan pada 2017 untuk menghitung kerugian negara.
Nyoman mengakui bahwa dalam audit yang dilakukan, ia hanya menggunakan bukti-bukti dan informasi dari penyidik KPK. Ia juga mengakui tidak melakukan klarifikasi dan konfirmasi terhadap pihak terperiksa (auditee) dengan alasan audit investigatif bersifat rahasia sehingga tidak perlu meminta tanggapan dari auditee.
Eko Sembodo yang juga seorang akademisi menilai I Nyoman Wara telah menyampaikan penjelasan yang tidak mencerminkan sebagai auditor profesional, karena pelaksanaan pemeriksaan tidak berpedoman pada SPKN. “Statement tersebut perlu dipertanyakan karena pada dasarnya audit keuangan, audit kinerja, maupun audit investigatif tidak membedakan kewajiban auditor BPK dalam pelaksanaan pemeriksaan untuk mematuhi dan melaksanakan standar yang ditetapkan atau dijabarkan dalam SPKN, khususnya mengenai konfirmasi dan klarifikasi terhadap auditee,” tukasnya.
Hanya saja, lanjut Eko Sembodo, untuk hasil akhir pemeriksaan investigatif yang dituangkan dalam LHP, SPKN tidak mewajibkan auditor untuk meminta tanggapan auditee. Proses konfirmasi atau klarifikasi atau crosscheck terhadap auditee adalah prosedur standar pelaksanaan audit yang harus dan wajib dilakukan. Hal ini adalah standar yang universal dan menjadi esensi keabsahan dari suatu audit dengan jenis apapun juga.
“Lebih parah lagi, dalam audit BPK 2017, pihak yang memberikan tugas pemeriksaan, pihak yang memberikan informasi/bukti yang menjadi satu-satunya sumber pemeriksaan, dan pihak yang menggunakan Laporan Hasil Pemeriksaan tersebut adalah pihak yang sama, yaitu pihak KPK sendiri, dengan tujuan menjustifikasi tuduhan KPK. Dengan sendirinya, audit BPK 2017 tersebut adalah audit yang berpihak, sehingga jelas tidak independen,” ucap Eko lagi.
Eko yang pernah memberikan sertifikasi kepada para auditor BPK menambahkan, dalam SPKN pada Kerangka Konseptual Pemeriksaan, paragraf 42 tentang Pemantauan Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan, pemeriksa harus mempertimbangkan tindak lanjut hasil pemeriksaan sebelumnya yang berhubungan dengan pemeriksaan yang dilakukan. “Artinya, pemeriksa dalam melakukan pemeriksaan harus melihat/merujuk juga hasil pemeriksaan terdahulu yang mempunyai hubungan keterkaitan dengan pemeriksaan yang sedang dilakukan. Dalam laporan audit investigatif 2017, sama sekali tidak dirujuk audit BPK tahun 2002 dan 2006,” tukasnya.
Hal serupa juga dikonfirmasikan oleh mantan auditor Pricewaterhouse Sydney, H. Larson yang mengatakan, bahwa yang namanya audit, dimanapun esensinya adalah harus ada crosscheck atau konfirmasi terhadap informasi yang diterima oleh seorang auditor. Seorang auditor yang profesional harus selalu skeptis terhadap informasi yang diterimanya, sehingga ia perlu melakukan crosscheck atas informasi tersebut kepada pihak-pihak terkait.
“Dengan tidak dipatuhinya SPKN dalam proses pemeriksaan, menunjukkan auditor tidak independen, tidak objektif, dan tidak profesional, sehingga LHP tersebut tidak dapat diyakini kebenarannya dan tidak layak digunakan,” tegas Eko seraya menutup wawancaranya. (*)