DJP Gencar Gali Potensi Penerimaan Pajak

DJP Gencar Gali Potensi Penerimaan Pajak

Jakarta – Direktorat Jenderal Pajak (DJP) terus memperbaiki sistem administrasi serta kepastian regulasinya untuk memperluas basis data perpajakan dalam mengamankan dan menggali potensi penerimaan pajak.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Neilmaldrin Noor mengatakan, pemerintah berusaha semaksimal mungkin mengumpulkan penerimaan dari semua objek pajak sesuai peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.

“Berdasarkan UU No.9 Tahun 2017 tentang Penetapan Perppu 1 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan menjadi Undang-Undang, DJP memiliki kewenangan untuk meminta data keuangan berupa laporan keuangan, bukti, maupun keterangan dari lembaga jasa keuangan, seperti perbankan, pasar modal, perasuransian, atau jasa keuangan lainnya,” jelas Neilmaldrin Noor, dalam keterangannya, Jumat, 22 Juli 2022.

Menurutnya, DJP telah melakukan tugas dan fungsinya yaitu melakukan pengujian baik formal maupun material terhadap kepatuhan Wajib Pajak, dan juga melakukan pengawasan termasuk pengawasan berbasis kewilayahan. Sementara itu, jumlah Wajib Pajak telah tumbuh secara signifikan.

Dari 2,59 juta Wajib Pajak di tahun 2002, saat ini sudah mencapai 45 juta lebih Wajib Pajak yang terdaftar. Rasio kepatuhan penyampaian SPT Wajib pajak terdaftar juga terus meningkat. Tahun 2010 rasionya masih dikisaran 45%, namun di tahun 2021 rasionya sudah melebihi 80%. Wajib Pajak yang menyampaikan SPT secara elektronik juga terus meningkat mencapai 96% untuk SPT Tahun 2021 lalu.

Dalam melakukan penggalian potensi pajak, DJP menerapkan cara yang terstruktur, metodis, dan objektif dengan menggunakan Compliance Risk Management (CRM) untuk memetakan profil Wajib Pajak berbasis risiko kepatuhan.

“Total surat imbauan/permintaan penjelasan yang sudah diterbitkan DJP dalam kurun waktu tahun 2019 s.d 2021 sebanyak 9,5 juta surat yang ditujukan kepada 3,9 juta Wajib,” ujar Neil.

Neil juga menegaskan, bahwa DJP terbuka terhadap informasi terkait kegiatan usaha atau potensi pajak dari masyarakat. “Setiap informasi yang masuk, kami tindak lanjuti secara sistematis. Kami punya prosedur bernama pemeriksaan atas Informasi, Data, Laporan, dan Pengaduan (IDLP),” tegasnya.

Belum lama ini, DJP juga memberikan kesempatan kepada Wajib Pajak untuk mengungkapkan hartanya secara sukarela melalui Program Pengungkapan Sukarela (PPS). Kesempatan ini diberikan secara terbuka, transparan dan adil kepada semua Wajib Pajak sebelum DJP menjalankan Undang-Undang pajak secara konsisten, transparan, dan akuntabel sebagai bentuk gotong royong membangun Indonesia.

Selain imbauan secara terbuka, DJP juga mengirimkan imbauan mengikuti PPS kepada Wajib Pajak yang didasarkan hasil analisis yang menyatakan adanya ketidaksesuaian antara data yang dilaporkan dalam SPT dengan data yang diterima DJP dari pihak ketiga.

Terbaru, pemerintah sudah mengintegrasikan Nomor Induk Kependudukan (NIK) dengan NPWP. Dengan implementasi NIK sebagai NPWP, semua yang ber-NIK otomatis masuk di dalam sistem administrasi perpajakan dan wajib memenuhi kewajiban perpajakannya apabila sudah memenuhi syarat subjektif dan objektif.

“Dengan berbagai milestone Reformasi Perpajakan yang sudah diterapkan di DJP, maka langkah pengawasan DJP akan semakin efektif karena didukung basis data yang sudah sangat lengkap, walaupun belum sempurna, namun terus ditingkatkan. Sehingga, bila ada Wajib Pajak yang tidak patuh, atau jika ada yang tidak mendaftar sebagai Wajib Pajak, cepat atau lambat pasti akan diketahui dan akan menghadapi risiko ketidakpatuhan dimulai dengan imbauan sampai penegakan hukum pajak,” pungkasnya. (*) Irawati

Related Posts

News Update

Top News