BPS Tengah Ubah Standar Kemiskinan Baru di Indonesia

BPS Tengah Ubah Standar Kemiskinan Baru di Indonesia

Jakarta – Dewan Ekonomi Nasional (DEN) menyatakan Badan Pusat Statistik (BPS) bersama Kementerian/Lembaga terkait, tengah menyusun penyempurnaan perubahan perhitungan garis kemiskinan yang ditargetkan rampung tahun ini.

“Saat ini BPS dan kementerian serta lembaga terkait sedang dalam proses menyusun penyempurnaan metodologi garis kemiskinan. Harapannya, dalam waktu dekat kita (tahun ini) akan memiliki acuan yang baru dan lebih mencerminkan realitas,” kata Arief Anshory Yusuf, Anggota DEN saat dihubungi Infobanknews, Selasa, 10 Juni 2025.

Hal ini seiring dengan Bank Dunia (World Bank) melakukan pembaruan untuk perhitungan standar garis kemiskinan dan ketimpangan global pada Juni 2025, dengan mengadopsi besaran paritas daya beli atau Purchasing Power Parities (PPP) 2021 yang sebelumnya mengunakan PPP tahun 2017.

Arief menjelaskan, salah satu perubahan penting dari perubahan tersebut adalah naiknya ambang kemiskinan ekstrem dari USD2,15 menjadi USD3,00 PPP per orang per hari. Dengan nilai tukar PPP 2024 sebesar Rp6.071 per doar AS, garis tersebut menjadi Rp18.213 per hari atau Rp546.400 per bulan.

“Kenapa naik dari USD2.15 ke USD3 karena 70 persen negara-negara low income (yang jadi acuan) merevisi ke atas garis kemiskinanya. Ini penting untuk dipahamai bahwa menaikan standar garis kemiskinan praktik yang wajar dan biasa saja,” jelasnya.

Baca juga: Bank Dunia Sebut 68 Persen Penduduk RI Miskin, Ini Strategi Pemerintah Lawan Kemiskinan

Artinya, bila dihitung menggunakan metode tersebut angka kemiskinan ekstrem Indonesia melonjak dari 1,26 persen menjadi 5,44 persen. Dalam jumlah absolut, ini berarti ada sekitar 12 juta orang tambahan yang tergolong miskin ekstrem menurut standar internasional.

Sehingga, kata Arief, Indonesia perlu merevisi perhitungan garis kemiskinan alasannya antara lain, jarak perhitungan sangat dekat dengan garis ekstrem global, yang justru dipakai oleh negara-negara berpendapatan paling rendah, dan standar hidup sudah berubah drastis sejak 1998 atau tahun terakhir metode kita direvisi.

Kemudian, negara-negara setara sudah lebih maju, seperti Malaysia pada 2018 dan Vietnam pada 2021 yang merevisi garis kemiskinannya, arah kebijakan-kebijkaan ekonomi yang berimplikasi pada kemiskinan bisa salah arah kalau angka kemiskinannya tidak akurat, serta legitimasi publik terhadap statistik kemiskinan bisa menurun jika tak mencerminkan kenyataan hidup masyarakat dan membuat trust masyarakat kepada statistik dan akhirnya kepada pemerintah tergerus.

Meski demikian, terdapat kekhawatiran dalam merevisi metode perhitungan garis kemiskinan. Pertama, risiko politisasi jika angka kemiskinan mendadak melonjak. Padahal ini bisa diantisipasi dengan edukasi publik dan penerbitan paralel dua versi data sementara.

Kedua, kekhawatiran bahwa revisi garis kemiskinan akan membebani anggaran perlindungan sosial. Namun hal ini kurang beralasan, karena sebagian besar program bansos di Indonesia tidak menggunakan angka kemiskinan resmi sebagai basis langsung penentuan sasaran.  

Pemerintah memiliki sistem pensasaran tersendiri seperti Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN) yang mepertimbangkan berbagai faktor spesifik untuk masing-masing program juga mempertimbangkan alokasi anggaran.

Baca juga: Perbedaan Data Kemiskinan, DPR Minta BPS Terbuka pada Kajian Bank Dunia

Arief pun menyarankan perhitungan ideal garis kemiskinan, yaitu dengan mengadopsi standar negara berpendapatan menengah bawah (LMIC) dari Bank Dunia, yakni USD4,20 PPP per orang per hari, atau sekitar Rp765.000 per bulan. Angka ini lebih tinggi dari garis kemiskinan nasional saat ini Rp595.000, namun masih jauh lebih rendah dari standar negara menengah atas (UMIC) sebesar Rp1,5 juta.

“Dengan menjadikannya sekitaran Rp765.000 sebagai garis kemiskinan nasional baru, maka angka kemiskinan akan naik ke sekitar 20 persen, tapi ini akan lebih mencerminkan kondisi sebenarnya di masyarakat dan membuka ruang kebijakan yang lebih akurat,” ungkapnya. (*)

Editor: Galih Pratama

Related Posts

News Update

Netizen +62