BBM Non-Subsidi Naik per 1 Juli 2025, Sektor Ini Paling Terdampak

BBM Non-Subsidi Naik per 1 Juli 2025, Sektor Ini Paling Terdampak

Jakarta – Kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) kerap memicu tekanan ekonomi, terutama pada sektor rumah tangga dan industri, yang pada akhirnya dapat meningkatkan inflasi.

Peneliti Next Policy, Shofie Azzahrah mengatakan, kenaikan harga BBM non subsidi yang umumnya dikonsumsi kendaraan dengan kapasitas mesin di atas 1.400 cc, memang berpotensi memberikan tekanan pada perekonomian.

“Khususnya bagi rumah tangga kelas menengah atas serta sektor usaha yang menggunakan jenis BBM ini dalam kegiatan produksi dan distribusi,” katanya, saat dihubungi Infobanknews, Jumat, 4 Juli 2025.

Ia menjelaskan, dalam jangka pendek, kenaikan harga BBM akan terasa dalam bentuk peningkatan biaya operasional, khususnya bagi perusahaan yang bergantung pada kendaraan berbahan bakar non-subsidi.

“Hal ini bisa memicu inflasi cost-push secara moderat, terutama pada sektor jasa dan logistik yang menggunakan BBM non-subsidi,” bebernya.

Baca juga: Harga BBM Non-Subsidi Kompak Naik per 1 Juli 2025, Ini Rinciannya

Namun demikian, menurut Shofie, dampak terhadap inflasi secara agregat cenderung terbatas.

Hal itu disebabkan mayoritas kendaraan logistik, transportasi publik, dan masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah masih menggunakan BBM subsidi seperti Pertalite dan Solar.

Dengan demikian, tekanan langsung terhadap daya beli masyarakat secara luas relatif kecil.

Dampak terhadap Dunia Usaha

Di sisi lain, Shofie menyampaikan, kenaikan harga BBM juga dapat memberikan efek rambatan terhadap dunia usaha, karena banyak sektor sangat bergantung pada bahan bakar, terutama dalam proses produksi dan distribusi.

Namun, karena kenaikan harga ini hanya berlaku untuk BBM non-subsidi, dampaknya terhadap sebagian besar pelaku usaha, khususnya sektor UMKM dan transportasi publik yang masih menggunakan BBM subsidi relatif terbatas.

Baca juga: Kenaikan Harga BBM Non-Subsidi Dinilai Tak Signifikan Picu Inflasi


Shofie menilai, sektor yang paling terdampak adalah industri yang mengoperasikan armada kendaraan berbahan bakar non-subsidi, seperti logistik kelas menengah-atas, layanan premium, dan industri manufaktur tertentu. 

“Kenaikan biaya operasional di sektor ini dapat menggerus margin keuntungan dan mendorong efisiensi tenaga kerja,” bebernya.

Potensi Terjadi PHK

Menurutnya, jika tekanan biaya berlangsung cukup lama tanpa adanya penyesuaian harga jual atau efisiensi lain, maka potensi terjadinya pemutusan hubungan kera (PHK) memang ada, terutama di sektor-sektor padat modal dan tenaga kerja. 

“Namun, secara umum, dampak terhadap tingkat pengangguran diperkirakan tidak signifikan, selama pemerintah mampu menjaga stabilitas harga BBM subsidi dan memberikan dukungan kebijakan untuk sektor-sektor terdampak,” pungkasnya.

Baca juga: Pertamina Rugi Rp500 Juta per Hari, Distribusi BBM Bengkulu Dialihkan ke Jalur Darat

Harga BBM Non-Subsidi Naik per 1 Juli 2025

Sebelumnya, PT Pertamina (Persero) resmi menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) non-subsidi per 1 Juli 2025. Harga BBM di seluruh SPBU di Indonesia kompak naik mulai tanggal tersebut.

Berdasarkan informasi dari laman resmi perusahaan, Selasa, 1 Juli 2025, berikut daftar harga BBM terbaru:

  • Pertamax (RON 92): naik dari Rp12.100 menjadi Rp12.500 per liter
  • Pertamax Turbo (RON 98): naik dari Rp13.050 menjadi Rp13.500 per liter.
  • Dexlite (CN 51) naik dari Rp13.000 menjadi Rp13.320 per liter.
  • Pertamina Dex (CN 53) naik dari Rp12.740 per liter menjadi Rp13.650 per liter.

Penyesuaian tarif BBM ini ini dilakukan dalam rangka mengimplementasikan Keputusan Menteri (Kepmen) ESDM No. 245.K/MG.01/MEM.M/2022 sebagai perubahan atas Kepmen No. 62 K/12/MEM/2020 tentang Formula Harga Dasar Dalam Perhitungan Harga Jual Eceran Jenis Bahan Bakar Minyak Umum Jenis Bensin dan Minyak Solar yang Disalurkan Melalui Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum. (*)

Editor: Yulian Saputra

Halaman12

Related Posts

News Update

Netizen +62