Jakarta – PT Bank Raya Indonesia Tbk (Bank Raya) terus memperluas ekspansi bisnis melalui penyaluran kredit digital (digital lending). Direktur Bisnis Bank Raya, Kicky Andrie Davetra, mengungkapkan bahwa pihaknya menargetkan komposisi digital lending dapat terus tumbuh setiap tahunnya.
Untuk tahun 2025, Bank Raya membidik komposisi digital lending mencapai 40 persen.
“‘Kan kemarin (tahun lalu) kita sudah mencapai 32 persen. Harapannya memang di akhir tahun ini bisa 40-an persen komposisi digital lending,” sebut Kicky di Jakarta, Jumat, 22 Agustus 2025.
Guna mencapai target tersebut, Bank Raya menyasar segmen usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Sebagai anak usaha Bank Rakyat Indonesia (BRI), Bank Raya memiliki kemudahan dalam mengakses segmen UMKM yang juga merupakan fokus utama BRI.
Namun, bila BRI lebih banyak menyalurkan kredit ke sektor UMKM melalui Kredit Usaha Rakyat (KUR), maka Bank Raya memilih masuk ke rantai pasok UMKM dengan pendekatan digital.
“Nah, kami coba masuk ke sana melalui financial gitu, dan yang kita siapkan sebenarnya bridging loan,” terangnya.
Baca juga: Ini Respons Bank Raya Pasca Diturunkannya BI Rate ke Level 5 Persen
Kicky menuturkan, digital lending Bank Raya dijalankan dengan prinsip shorter, faster, smaller.
Shorter, menawarkan tenor lebih pendek, mulai dari 7 hari, 14 hari, sebulan, 3 bulan, hingga maksimal 6 bulan.
Faster, proses lebih cepat menggunakan sistem scoring base yang hanya memerlukan waktu sekitar 15 menit, tanpa tatap muka dengan tenaga penjual.
Smaller, ukuran pinjaman relatif kecil, seperti untuk agen BRILink dengan rata-rata sekitar Rp50 juta.
“Mereka (UMKM) order barang-barang melalui aplikasi, kita bantu dengan financing,” ucapnya.
Gandeng Layanan Ekosistem BRI
Selain agen BRILink, Bank Raya juga masuk ke ekosistem layanan lain seperti Brimola, aplikasi pemesanan elpiji 3 kg dari pangkalan ke Agen Pertamina. Bank Raya membantu UMKM melalui pembiayaan digital yang lebih cepat dan fleksibel.
“Bagaimana kita coba disperse di agen BRILink, kayak tahun lalu aja kita disperse sekitar 18 triliun di agen BRILink. Dan itu memberikan yield yang cukup baik juga buat kita, dengan kualitas (NPL) yang relatif baik di bawah 1 persen, sekitar 0,86 persen,” tutur Kicky.
Optimisme 2025
Kicky menyatakan optimismenya terhadap prospek pembiayaan pada 2025, seiring pertumbuhan ekonomi nasional dan sejumlah program pemerintah seperti Koperasi Merah Putih dan Makan Bergizi Gratis (MBG) yang mendorong aktivitas ekonomi.
Baca juga: Anggaran MBG 2026 Naik Jadi Rp355 Triliun, Ini Rincian Pemanfaatannya
Namun, ia mengakui return on equity (ROE) sektor bank digital masih rendah, hanya 1,4 persen menurut data OJK, di bawah rata-rata industri 2,5 persen. Hal itu dipengaruhi oleh tenor kredit yang relatif pendek.
“Kalau agen BRILink kita 1 juta, 3 hari, 2.500 fee-nya, jadi secara return juga tak akan bisa sampai banyak, tapi yang terpenting bagi kami adalah mengendalikan disperse itu dengan kualitas yang cukup baik. Kita lihat sustainability-nya,” papar Kicky.
NIM Tetap Terjaga
Meski menghadapi tantangan ROE, Kicky menyebut pertumbuhan digital lending Bank Raya tetap positif. Tahun lalu, penyaluran digital lending tumbuh sekitar 80 persen.
“Net interest margin (NIM) kita juga di saat industri cenderung turun, walaupun cost of fund kami tinggi, NIM kami juga 4,91 persen, naik dibandingkan tahun lalu yang 4,31 persen,” tukasnya. (*) Steven Widjaja










